IDN Times, Pekanbaru - Sejumlah kegiatan atau proyek pembangunan yang ada di Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau dihentikan. Hal itu imbas dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal bulan November kemarin di Kota Pekanbaru.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Riau Ma'mun Solikhin mengatakan, Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau saat ini tak lagi menjalankan kegiatan di Perubahan APBD 2025.
"Mereka menyampaikan bahwa perbaikan jalan yang fungsional terkait UPT-UPT itu memang nampaknya sudah ada rambu-rambu dari Kemendagri supaya tidak dijalankan," ujar Ma'mun, Sabtu (22/11/2025).
Oleh karena itu, dilanjutkan Ma'mun, Dinas PUPR-PKPP hanya menjalankan kegiatan di APBD Riau 2025 yang murni. Sementara di Perubahan APBD, Kemendagri meminta untuk menghentikannya.
"Iya, kita dari DPRD Riau tentu memaklumi itu, karena saat ini sedang dalam proses penyidikan (KPK)," lanjutnya.
Dalam pemberitaan sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau non aktif Abdul Wahid pada Senin (3/11/2025). Tak hanya Abdul Wahid, KPK juga menjaring Kadis PUPR-PKPP Provinsi Riau non aktif Muhammad Arif Setiawan dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi pemerasan.
Dimana, Abdul Wahid melalui Muhammad Arif Setiawan, meminta fee terkait dengan penambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan pada UPT jalan dan jembatan wilayah 1 sampai dengan 6 di Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau, yang semula Rp71,6 miliar, menjadi Rp177,4 miliar.
Atas penambahan anggaran itu Abdul Wahid melalui Muhammad Arif Setiawan, meminta fee sebesar 5 persen atau Rp7 miliar kepada paa Kepala UPT jalan dan jembatan di Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau. Jika tidak mau nurut, para Kepala UPT tersebut diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya.
Permintaan fee di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau itu, dikenal sebagai istilah jatah preman atau japrem.Dalam perjalanannya, Gubernur Riau Abdul Wahid telah menerima uang sebanyak Rp4,05 miliar. Penyerahan uang itu dilakukan sebanyak 3 kali, mulai dari Juni sampai November 2025. Dari OTT itu, KPK menyita sejumlah barang bukti berupa uang. Yakni, uang tunai Rp800 juta, 9.000 poundsterling dan 3.000 US dollar.
