Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Hingga kini, 34 orang warga telah diamankan, 33 di antaranya ditahan di Polres Dairi, dan 1 orang—Pangihutan Sijabat—ditahan di Polda Sumut. Mereka disebut sedang berstatus saksi dalam penyelidikan. Namun, aktivis menilai cara aparat dalam menangani kasus ini sangat berlebihan.
“Tindakan ini merupakan pelanggaran HAM, Pemerintah melakukan pengabaian dan pembiaran sehingga masyarakat tidak dapat mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Negara harus menjamin hak konstitusional. Selain itu juga ada tindakan represif dari pihak kepolisian yang menangkap masyarakat dengan brutal,” ujar Nurleli Sihotang dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU).
Nurleli menegaskan, tindakan tersebut bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Permen LHK No. 10 Tahun 2024, yang secara tegas menyatakan bahwa “orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”
Kelompok masyarakat sipil menyatakan beberapa desaka. Mereka mendesak kepolisian segera melepaskan 34 warga yang ditahan, karena mereka adalah pejuang lingkungan. Mereka juga mendesak Komnas HAM memberikan perlindungan hukum terhadap warga yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup. Mereka juga mendesak Kementerian Kehutanan mencabut izin PT GRUTI yang diduga telah menyebabkan kerusakan hutan dan sumber air warga. Terakhir, mereka mendesak DPR RI Komisi IV, VII, dan XII segera menindaklanjuti pengaduan warga, agar perampasan ruang hidup di Parbuluan tak berulang.