Ternak yang dilepaskan warga di perkebunan memicu harimau Sumatra menjadikannya mangsa empuk. Kawasan perkebunan warga berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan habitat harimau. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Tuahman bersama timnya di lokasi sudah memberikan imbauan kepada masyarakat. Mereka diimbau untuk tidak pergi berladang sendirian, pulang ke rumah saat hari mulai gelap dan melaksanakan patroli. Warga juga diminta mengandangkan ternaknya.
“Kalau kita lihat kondisi medan di lapangan sangat strategis sekali, karena sudah dipinggir hutan,” jelasnya.
Selain patroli, mereka juga menyalakan meriam dengan suara dentuman keras untuk menghalau Sang Raja Rimba kembali. Tuahman juga mengatakan, ini adalah kasus yang pertama kali terjadi.
“Kita sudah pasang meriam dentuman. Sejak kemarin kita sudah melaksanakan sosialiasi kepada masyarakat,” ungkapnya.
Konflik harimau dengan masyarakat kerap terjadi di Sumatra Utara. Apalagi kasus harimau memangsa ternak warga.
Di Kabupaten Langkat dekat kawasan TNGL, kasus serangan harimau terhadap ternak warga kian masif dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat, sejak 2019 hingga 2021, ada 29 konflik yang terjadi di kawasan Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah V Bohorok Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Rinciannya; pada 2019 sebanyak tujuh konflik; 2020, 10 konflik dan 2021 sebanyak 12 konflik. Kemudian bertambah dua kasus pada Februari 2022.
Dilansir dari laman ksdae.menlhk.go.id, sepanjang tahun 2001 – 2016, tercatat 1065 kasus konflik antara manusia dan harimau. Data Kementerian Lingkungan Hidup (LHK) dan GEF Tiger menunjukkan, puluhan manusia meninggal dunia dan terluka. Hal yang sama juga terjadi dengan harimau Sumatera. Setidaknya 130 individu harimau mati akibat konflik yang terjadi.
Sebelumnya, Ketua Forum Harimau Kita (FHK) Ahmad Faisal menjelaskan, faktor lain pemicu koflik antara lain; karena satwa ternak berada di areal jelajah harimau. Apalagi ternak menjadi satwa yang lebih mudah diburu ketimbang satwa mangsa di hutan. Faisal juga menjelaskan jika penyerangan satwa ternak biasanya dilakukan oleh harimau yang berusia muda. Satwa ternak dijadikan untuk media latihan berburu dan memangsa.
“Kemudian misalnya, di areal nya (home range) satw mangsanya sudah berkurang dan ada harimau lain. Sehingga dia mencari areal lain. Bisa juga karena dia sakit, ada keadaan badannya yang membuat tidak optimal. Sehingga dia mengincar yang lebih mudah,” ungkapnya kepada IDN Times, Kamis (3/2/2022).
Saat ini, Harimau Sumatra masuk dalam daftar merah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Statusnya masuk dalam kategori terancam punah (Critically endangered). masifnya perburuan dan hilangnya habitat menjadi ancaman serius bagi eksistensi satwa predator puncak itu. Populasinya diperkirakan tidak lebih dari 600 ekor ekor yang tersebar di hutan-hutan Pulau Sumatra (Population Viable Assesment, 2016).