Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Massa dari APARA berunjuk rasa di depan Mapolda Sumut, Jumat (22/9/2023). Mereka menuntut komitmen Polda Sumut agar tidak melakukan kriminalisasi terhadap petani dalam konflik agraria. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatra Utara melontar kritik keras pada peringatan Hari Tani Nasional yang diperingati pada 24 September 2023 setiap tahunnya. Bagi WALHI, saat ini para petani belum mendapat kemerdekaan. Belum memiliki kedaulatan atas tanah, benih dan lainnya.

Konflik agraria pun masih terus terjadi. Ini menjadi bukti bahwa pemerintahan presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo belum mampu melaksanakan reforma agraria. Jokowi disebut belum mampu melaksanakan reforma agrari,s eperti yang tertuang dalam Undang-undang Pokok Agraria.

“Sampai hari ini, kondisi petani berbanding terbalik dengan mandat UUPA. Perampasan Tanah Rakyat, Kriminalisasi Petani, Ketimpangan Penguasaan Tanah, dan konflik agraria masih langgeng terjadi. Hingga jeratan mahalnya harga-harga bibit dan pupuk yang tidak sebanding dengan harga-harga komoditas panen petani yang murah, jeratan tengkulak, sistem pertanian berbasis korporasi, food estate, semakin meminggirkan petani,” ujar Direktur WALHI Sumut Rianda Purba dalam keterangannya, Rabu (27/9/2023).

1. Catatn WALHI: 8 konflik agraria terjadi setahun terakhir di Sumut

ilustrasi petani cabai (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

WALHI Sumut mencatat, dalam kurun waktu setahun terakhir, ada delapan kasus  konflik agraria terjadi di Sumut. Khususnya tumpang tindih kawasan hutan. Luasan lahan yang berkonflik mencapai 3.057 Ha.

“Konflik di kawasan hutan terjadi karena tumpang tindih kawasan hutan dengan tanah yang dikelola warga. Selain itu, Kawasan hutan juga izin nya diberikan kepada Perusahaan seperti izin Hutan Tanaman Industri,” ungkap Rianda.

2. Konflik agraria akan terus terjadi jika pemerintah tetap abai

Editorial Team

Tonton lebih seru di