Medan, IDN Times – Nasib petani di Sumatra Utara masih jauh dari kata sejahtera. Digembar-gemborkan sebagai penyokong ketahanan pangan, namun masih masih mendapatkan berbagai ancaman. Konflik agraria masif terjadi. Jamak petani kehilangan lahannya. Baik atas nama pembangunan, hingga mafia tanah.
Sumatera Utara menjadi salah satu penyumbang kasus konflik agraria terbesar di Indonesia. Aliansi Pejuang Reforma Agraria (APARA) mencatat, konflik agraria terjadi di 41 desa pada delapan kabupaten/kota di Sumut. Luas lahan yang berkonflik sekitar 60.771 Ha dan berdampak pada 9.937 kepala keluarga.
Pernyataan ini mengemuka pada unjuk rasa APARA untuk merayakan Hari Tani Nasional, Rabu (24/9/2025). Unjuk rasa ini diikuti oleh petani korban konflik dari berbagai daerah. Mereka menggeruduk kantor Gubernur dan DPRD Sumatera Utara. Mereka menantang pemerintah dan DPRD untuk menuntaskan konflik agraria yang terjadi.
Dalam aksi ini, berbagai kelompok menyampaikan konflik agraria yang terjadi di daerahnya masing-masing. Sempat terjadi ketegangan dalam unjuk rasa. Massa sempat terlibat aksi saling dorong dengan kepolisian, karena kecewa Gubernur Muhammad Bobby Afif Nasution dan Wagub Surya tidak mau menemui mereka.