Perkebunan sawit mengambil andil serius dalam kerusakan kawasan mangrove di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memegang peran penting dalam konservasi mangrove global. Namun kondisi mangrove di Indonesia tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.
Kawasan ekosistem mangrove masih dihadapkan dengan berbagai ancaman. Mulai dari penebangan liar, hingga perubahan kawasan hutan.
Dilansir dari laman Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) disebutkan, pemerintah belum serius dalam melakukan konservasi di kawasan mangrove. Misalnya, dalam hal data mengenai mangrove di Indonesia, Pemerintah tidak konsisten. Merujuk pada data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sebagaimana tercantum dalam dokumen Statistik Sumber Daya Pesisir dan Laut, tahun 2022, total luasan hutan mangrove tercatat seluas 2.320.609,89 hektar.
Dari angka tersebut, hanya 30,32 persen hutan mangrove yang berada dalam kondisi baik. Sisanya, 10,75 persen berada dalam kondisi sedang, dan 12,36 dalam kondisi rusak. Anehnya, pemerintah Indonesia menerbitkan Peta Mangrove Nasional (PMN) pada tahun 2021 yang mengklaim luasan mangrove lebih dari 3,364,080 hektar, di mana 92.78 persen tutupannya dinilai lebat, 5,60 tutupan sedang, 1,62 tutupan jarang. Selain itu, pemerintah mengklaim ada wilayah potensi mangrove seluas 756,183 hektar.
Mangrove bukan hanya soal pohon dan lumpur. Ia adalah akar harapan bagi jutaan manusia yang hidup dari laut. Ia adalah pelindung pertama saat ombak besar datang. Ia adalah paru-paru biru yang menyimpan karbon jauh di bawah tanah.
Memperingati Hari Mangrove Internasional adalah cara kita mengingat bahwa solusi krisis iklim tidak selalu datang dari teknologi mahal, tapi bisa berawal dari menyelamatkan akar-akar yang tumbuh di sepanjang pantai.