Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
PRAYUGO UTOMO_KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI_THE SUNSET  ELEPHANT.jpg
Gajah Sumatra di Pusat Konservasi Gajah, Padang Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Medan, IDN Times - Setiap 12 Agustus, dunia memperingati Hari Gajah Sedunia atau World Elephant Day. Peringatan ini bukan sekadar simbol, tapi sebuah panggilan darurat untuk menyelamatkan gajah yang kini berada di ambang kepunahan.

Di balik tubuhnya yang besar dan kekuatannya yang luar biasa, gajah adalah makhluk penuh kelembutan yang memiliki peran penting dalam ekosistem. Namun, perburuan ilegal, hilangnya habitat, dan konflik dengan manusia membuat populasinya terus menurun drastis.

Indonesia sendiri menjadi rumah bagi Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus) dan, subspesies yang statusnya critically endangered atau kritis di ambang kepunahan menurut daftar merah Uni Konservasi Internasional (IUCN Red List) sejak 2011 lalu. Ditambah gajah kalimantan yag berstatus terancam punah atau endangered. Fakta ini membuat Hari Gajah Sedunia menjadi momen yang sangat relevan untuk meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya upaya konservasi.

1. Sejarah hari gajah sedunia: digagas atas kekhawatiran penurunan populasi gajah

Seekor gajah sumatra di Suaka Margasatwa Padang Sugihan, Sumatra Selatan, Kamis (13/7/2023). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dilansir dari laman worldelephantday.org, Hari Gajah Sedunia pertama kali dicanangkan pada 12 Agustus 2012 oleh Patricia Sims asal Kanada dan Elephant Reintroduction Foundation yang berbasis di Thailand melalui inisiatif dari Yang Mulia Ratu Sirikit dari Thailand. Gagasan ini muncul dari kekhawatiran terhadap penurunan populasi gajah di seluruh dunia.

Mereka ingin menciptakan sebuah momentum global untuk menyuarakan perlindungan gajah—baik gajah Afrika maupun Asia—melalui edukasi, kolaborasi, dan kampanye konservasi.

Hari Gajah Sedunia telah menjalin kemitraan dengan 100 organisasi konservasi gajah di seluruh dunia dan menjangkau jutaan individu di seluruh penjuru dunia.

Hari Gajah Sedunia menjadi sarana bagi organisasi dan individu untuk bersatu dan menyuarakan isu-isu yang mengancam gajah. Visi pendekatan “netral”nya memungkinkan dan memfasilitasi semua organisasi dan warga untuk mengadakan kampanye di bawah naungan Hari Gajah Sedunia, memungkinkan semua pihak bekerja sama untuk mendukung isu global kritis ini yang membutuhkan kerja sama melintasi batas negara dan garis politik.

2. Perambahan habitat hingga perburuan masih menjadi ancaman serius untuk gajah

Satu individu gajah mati di kawasan bantaran Sungai Krueng Lancong, Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat, Aceh. (Dokumentasi warga untuk IDN Times)

Data dari World Wildlife Fund (WWF) menunjukkan bahwa populasi gajah Afrika turun sekitar 30 persen dalam tujuh tahun terakhir, terutama akibat perburuan gading. Sementara itu, gajah Asia—termasuk Gajah Sumatra—mengalami penurunan populasi hingga 50 persen dalam tiga generasi terakhir karena hilangnya habitat akibat pembukaan lahan, perburuan, dan konflik dengan manusia.

Di Sumatra, populasi gajah diperkirakan tersisa 1.100 ekor. Jumlah ini disebut langsung oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam wawancara dengan awak media awal Agustus 2025.

Dilansir dari laman WWF Indonesia dalam artikel pada 2020, Gajah Kalimantan keberadaan populasinya ditemukan di wilayah Sabah, Malaysia dan di wilayah Kalimantan Bagian Utara. Populasi gajah di Sabah sangat besar berkisar 1.500 – 2.000 individu, sedangkan populasi yang berada di Kalimantan Utara sangat kecil berkisar 30 - 80 Individu.

Kasus – kasus perdagangan gading gajah di Indonesia juga masih masif terjadi. Teranyar, tiga orang menjadi tersangka dalam kasus perdagangan dua gading gajah di Kabupaten Gayo Lues, Aceh pada pertengahan Juni 2024 lalu. Kasus itu masih bergulir di Pengadilan Negeri Blangkejehren.

3. Pentingnya kesadaran bersama untuk upaya konservasi gajah

Gajah Sumatra bersama para mahout di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS), Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatra Utara. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Berbagai langkah telah dilakukan untuk menyelamatkan gajah, mulai dari patroli anti-perburuan, rehabilitasi gajah korban konflik, hingga penguatan hukum terhadap pelaku perdagangan ilegal. Di Indonesia, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bekerja sama dengan LSM dan komunitas lokal membentuk Elephant Flying Squad—tim gajah jinak yang membantu menghalau gajah liar agar tidak masuk ke permukiman atau ladang warga.

Selain itu, edukasi menjadi kunci penting. Masyarakat yang tinggal di sekitar habitat gajah perlu diberi pemahaman bahwa gajah bukan musuh, melainkan bagian dari warisan alam yang harus dijaga. Dukungan publik melalui kampanye media sosial, adopsi simbolis gajah, atau donasi untuk pusat konservasi juga menjadi bagian dari solusi.

Editorial Team