Ilustrasi program MBG (ANTARA FOTO/Abdan Syakura)
Dr. Muhammad Rizal, pengamat pendidikan dari Unimed dan Larispa menyoroti kebijakan Pemerintah terkait efisiensi anggaran agar tidak merugikan dunia pendidikan. Menurutnya, efisiensi anggaran bagus dilakukan karena masyarakat melalui sekolah swasta sudah banyak berpartisipasi membangun dunia pendidikan melalui penyediaan sekolah-sekolah swasta.
"Jadi, akses pendidikan buat masyarakat khususnya untuk sekolah mulai jenjang SD, SMP hingga SMA itu bagus menurut saya," katanya pada IDN Times, Minggu (23/2/2025).
Namun, menurutnya juga harus memperhatikan geografis apalagi zonasi. Sesuai perintah UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU nomor 20/2003 Tentang Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1). Setiap tahun, pemerintah pusat menggelontorkan Rp400-500 triliun untuk pendidikan. Aturan ini sudah berlaku sejak 2009 lalu.
Meski dengan kondisi anggaran yang begitu besar, kita masih saja mendengar adanya bangunan sekolah yang rusak parah di sejumlah wilayah. Selain itu, gaji guru dan guru honorer pun masih rendah.
Di tengah rencana efisiensi anggaran yang diputuskan pemerintah pimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dunia pendidikan pun tak terkecuali.
Presiden menetapkan target efisiensi anggaran sebesar Rp306,69 triliun pada tahun 2025. Pemangkasan itu mencakup pengurangan belanja kementerian atau lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan pengurangan transfer ke daerah sebesar Rp50,59 triliun.
Menurutnya, hal tersebut harus memperhatikan pos-pos tentang biaya tetap seperti pengeluaran gaji yang tidak bisa dianulir atau diefisiensikan. Kemudian, ada sifatnya yang variabel mungkin berisi pengembangan, pelatihan, sosialisasi, pertemuan atau FGD yang sebenarnya bisa diefisiensikan.
Lalu, untuk Kabupaten/Kota dalam hal ini mengkaji anggaran mana yang bisa diefisiensikan. Seperti Alat Tulis Kantor (ATK) yang manualenjadi digital. Namun, ada hal tertentu seperti biaya operasional gaji, tenaga honorer tidak boleh diefisiensikan.
"Kan gak mungkin kerjanya hanya 2 hari, ada sekolah yang gemuk. Guru-gurunya yang banyak dan yu tidak merata pada sekolah-sekolah seharusnya diberdayakan agar bisa produktif jadi tidak mengandalkan tenaga honorer. Saya lihat di bidang pengawasan terlampau lemah, dan slalu ada saja celah yang digunakan oleh pengambil keputusan untuk menghalangi standar yang sudah ditentukan dan ada juga guru yang mengajar dengan jumlah yang tidak sesuai," sambungnya.
Baginya, pengurangan transfer ke daerah sebesar Rp50,59 triliun harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan dilakukan pemilahan pada masing-masing mata anggaran khususnya yang ada di Pemerintah Pusat yang dialokasikan untuk dana agar tidak merugikan masyarakat.
"Seperti kemajuan ekonomi dan kualitas, kita harus berpikir untuk perkembangan didunia pendidikan. Sgingga harus dilakukan pengkajian yang mendalam," pungkasnya.