Massa Aliansi Gerak Tutup TPL berunjuk rasa di depan Uniland Plaza, Rabu (28/7/2021). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Dampak keberadaan TPL dirasakan langsung oleh masyarakat. Tokoh masyarakat Pahala Tua Simbolon menyebut bahwa musim kemarau tahun ini membuat banyak desa di Samosir mengalami krisis air. “Warga harus membeli air karena sumber air mengering. Ini akibat perusakan yang terus dibiarkan. Sudah saatnya DPRD berpihak pada rakyat,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua AGRT-TPL, Anggiat Sinaga, menyampaikan pernyataan sikap yang menilai TPL sebagai simbol penjajahan modern.
“TPL adalah ancaman nyata terhadap masa depan rakyat dan lingkungan di Tano Batak. Kami menuntut pencabutan seluruh izin konsesi, penghentian operasional, dan pengembalian tanah adat kepada rakyat,” tegas Anggiat.
Ia menambahkan, perjuangan tidak akan berhenti hanya di Samosir. “Kami akan terus bergerak, dari desa ke desa, dari kabupaten ke kabupaten, sampai perusahaan perusak ini angkat kaki dari tanah leluhur kami,” pungkasnya.
Sampai saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak PT TPL. IDN Times sudah mencoba mengonfirmasi Head Coorporate Communication TPL Salomo Sitohang. Namun Salomo belum memberikan jawaban.