Direktur WALHI Sumut Doni Latuparisa. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Sejak lama, PT SMGP sudah menjadi sorotan para pegiat lingkungan. Pada insiden 2021 lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut mendesak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM) melakukan evaluasi terhadap PT SMGP.
Walhi Sumut menduga, SMGP juga sudah melakukan kerusakan lingkungan yang berujung pada kerugian masyarakat. Sejumlah fakta telah dikumpulkan WALHI. Direktur Walhj Sumut Doni Latuperisa mengatakan, izin PT SMGP sempat dibekukan pada 9 Desember 2014 lalu, karena perusahaan dianggap sudah membuat masyarakat menjadi korban.
“Tahap eksplorasi sudah tahap merusak lingkungan dan menimbulkan bencana alam,” ujar Doni dalam keterangan resminya, Kamis (28/1/2021) lalu.
Sayangnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali memberikan izin baru pada April 2015. Walhj juga menemukan fakta bahwa pada November 2014, ada unjuk rasa besar-besaran menolak keberadaan SMGP. Dalam unjuk rasa itu satu orang tewas, belasan lainnya sempat dibawa ke kantor polisi.
Pada April 2016, Komunitas Mandailing Perantauan sudah mempertanyakan ke Kementrian ESDM terkait dengan akuisisi 100 persen PT SMGP kepada KS Orka (Singapura). Komunitas Mandailing Perantauan merasa di curangi karena tenyata PT SMGP hanya menjadi agen asing untuk menguasai lahan di Mandailing Natal.
Di dalam Permen ESDM no 37 Tahun 2018 tentang Penawaran wilayah kerja panas bumi, pemberian izin panas bumi dan penugasan pengusahaan panas bumi. Pemegang izin berkewajiban memahami dan menaati K3 baik wargapun juga masyarakat yang berada di sekitar lokasi . Selain itu perusahaan juga wajib melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan dilokasi PLTP.
“Kejadian ini menjadi pelengkap catatan buruknya penerbitan izin, perencanaan, pelaksaan hingga pengoperasian PLTP Sorik Marapi ini. Kejadian bocornya pipa gas ini menjadi bukti ketidakmampuan perusahaan dalam menjalankan kewajibannya. Pun demikian dengan praktik-praktik pembebasan lahan yang sudah digarap turun temurun oleh warga sorik marapi kemudian pada SK 44 tahun 2005, dan SK 579 Tahun 2014 kemudian di tetapkan sebagai kawasan hutan dan cenderung dipaksakan untuk menyokong PSN 35.000 MW. Tentunya kita sangat berharap bahwa Kementrian ESDM bisa mengambil sikap dengan mengevaluasi izin PLTP ini, karena tidak menutup kemungkinan ke depan akan semakin banyak yang akan menjadi korban, baik masyarakat juga lingkungan akibat aktivitas PLTP ini. Demikian juga dengan pencemaran lingkungan yang akibat kebocoran pipa ini harus segera di tangani oleh perusahaan,” kata Doni.