Ilustrasi korban di rawat petugas medis (IDN Times/Sukma Shakti)
Sampai saat ini pihak PT SMGP belum memberikan klarifikasi resmi. “Mohon bersabar sampai kami mengeluarkan pernyataan resmi,” ujar Manager Community Development and Community Relations (CDCR) PT SMGP Nina Gultom, Minggu malam.
Bukan kali ini saja PT SMGP mengalami kebocoran gas. Untuk diketahui, kebocoran gas terjadi di PT SMGP pernah terjadi Senin (25/1/2021) sekitar pukul 11.00 WIB. Kebocoran gas itu memakan korban. Lima orang meninggal dunia di RSUD Panyabungan dan seorang meninggal dunia di Puskesmas Puncak Sorik Marapi.
Selain korban tewas, puluhan orang lainnya terpaksa dirawat di rumah sakit.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Utara menduga, SMGP juga sudah melakukan kerusakan lingkungan yang berujung pada kerugian masyarakat.
WALHI Sumut juga sudah mengumpulkan sejumlah fakta terkait SMGP. Direktur WALHI Sumut Doni Latuperisa mengatakan, izin PT SMGP sempat dibeukan pada9 Desember 2014 lalu. Karena perusahaan dianggap sudah membuat masyarakat menjadi korban.
“Tahap eksplorasi sudah tahap merusak lingkungan dan menimbulkan bencana alam,” ujar Doni dalam keterangan resminya, Kamis (28/1/2021).
Sayangnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali memberikan izin baru pada April 2015.
Doni juga mengatakan, WALHI juga menemukan fakta bahwa pada November 2014, ada unjuk rasa besar-besaran menolak keberadaan SMGP. Dalam unjuk rasa itu satu orang tewas, belasan lainnya dibawa ke kantor polisi.
Pada April 2016, Komunitas Mandailing Perantauan sudah mempertanyakan ke Kementrian ESDM terkait dengan akuisisi 100 persen PT SMGP kepada KS Orka (Singapura). Komunitas Mandailing Perantauan merasa di curangi karena tenyata PT SMGP hanya menjadi agen asing untuk menguasai lahan di Mandailing Natal.