Seorang mahout dengan gajah di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur, Lampung. (Bims Harahap for IDN Times)
Pola buruknya alur informasi publik dari BBKSDA Sumut ini justru menjadi pertanyaan besar bagi publik. BBKSDA Sumut terkesan menutupi informasi dari publik tentang kegiatannya dalam upaya konservasi. Apalagi kondisi ini juga terjadi di tengah sentimen negatif yang terbangun terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“BBKSDA Sumut wajib transparan dalam menyampaikan informasi. Karena menjadi hak publik juga mengetahui informasi seputar konservasi gajah,” kata Alinafiah, Kepala Divisi Sumber Daya Alam Lembaga Bantuan Hukum Medan, Rabu petang.
Kata Ali, publik harus diberikan informasi yang terang benderang sehingga tidak menimbulkan spekulasi. “Ini harus dibuka, apakah penyebab kematian ini karena kelalaian dari BNWS, atau justru ada pengawasan yang tidak berjalan di sana. Harusnya BBKSDA Sumut transparan,” kata Ali.
Sebagai informasi, BNWS menjadi salah satu Lembaga Konservasi (LK) yang menjadi wisata edukasi. Letaknya berada di Desa Batu Nanggar, Kecamatan Batangonang, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. BNWS dulunya merupakan perkebunan sawit yang dikelola untuk keperluan bisnis. BNWS berada di lahan 400 hektare yang ditutupi oleh Sabana.
Setelah kematian Dargo, gajah yang ada di BNWS tersisa 14 ekor. Gajah – gajah ini ada yang berasal dari sejumlah pusat pelatihan gajah. Bahkan ada gajah yang juga lahir di BNWS.