Medan, IDN Times - Fenomena di usia 20-an atau menjadi kaum Gen Z sering sekali terbentur dengan berbagai permasalahan karir. Apalagi, dengan status pekerja freelance atau sebagai freelancer.
Sebab, permasalahan utama freelancer meliputi ketidakpastian pendapatan dan beban kerja, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan hukum, kesulitan mencari klien dan mengelola administrasi, serta potensi eksploitasi dan stigma negatif dari lingkungan sekitar. Selain itu, freelancer juga rentan terhadap penipuan dan tantangan untuk membangun tujuan karier yang jelas.
Sekedar informasi, dalam Survei Indonesia millennial and Gen Z Report 2026, 84 persen Gen Z dan Millennial memilih Freelance untuk ekspresikan diri. Mereka bisa menyalurkan hobi, seru-seruan sambil menata batu loncatan untuk karir berikutnya.
Freelance merupakan salah satu bentuk gig economy, yakni sistem yang berbasis jangka pendek. Sistem kerja freelance berdasarkan on demand dengan platform digital, tetapi Gen Z dapat melihat itu sebagai salah satu yang dapat secara instan dicapai saat ini dan lebih menantang.
Namun, di balik itu ada perangkap eksploitasi yang mengintai. Karena dalam UU hubungan kerja, freelance belum diatur. Hanya sebatas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja. Sehingga, potensi eksploitasi perburuhan cukup tinggi. Hak-hak pekerja seperti jaminan sosial, dll tentu tidak akan didapat oleh pekerja freelance. Beban kerja yang lebih tinggi juga mengintai mereka. Yang terjadi, bebas tapi semu. Mereka akan loncat ke sana kemari dalam dunia freelance.
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP.100/MEN/VI/2004 mengenai ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, belum ada regulasi dan hukum yang secara tepat mengatur dan melindungi freelancer.
Sehingga, berbagai kerentanan yang dialami oleh pekerja freelance menegaskan fleksibilitas kerja yang menguntungkan mereka bisa jadi hanya mitos dalam narasi pekerja masa depan. Kondisi freelancer yang rentan karena tidak adanya perlindungan akibat fleksibilitas kerja, bisa saja memperdalam masalah ketenagakerjaan.
Di Kota Medan, khususnya gen Z sebagai freelancer masih banyak yang merasa terancam karena tidak adanya perlindungan Undang-Undang dalam status kerjanya.
Berikut cerita para kaum Gen Z dan Millenial yang memiliki alasan dan pengalaman mereka sebagai pekerja freelance di Kota Medan.
