Ilustrasi pelecehan dan kekerasan Perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)
Awal kasus ini kembali menyeruak, Hindun memberanikan diri berbagi cerita. Libur semester USU awal 2018 menjadi petaka dirinya.
Saat itu Hindun ke kampus. Dia ingin meminta perbaikan nilai mata kuliah yang diampu oleh HS. Obrola terjadi di antara mereka. HS mengabulkan permintaan perbaikan nilai. Lantas HS mengajak Hindun untuk meninjau lokasi penelitian. Karena lokasi penelitian itu berada di dekat kampung halaman Hindun.
Singkat cerita, mereka berangkat pada 3 Februari 2018. Hindun dijemput HS di seputar USU. Mobil itu langsung bergerak ke arah kampung halaman.
Sampailah mereka di jalanan yang cukup sepi. HS mulai melancarkan aksinya. Seperti sambaran petir di siang bolong, Hindun terkaget. Tangan HS tiba-tiba menjalar ke arah bagian sensitif Hindun.
Saat itu Hindun ketakutan. Tak tahu juga dia mau berbuat apa. Mau melawan, dia juga takut. Dia betul-betul merasa nyawanya dalam keadaan terancam jika melakukan perlawanan.
Berulangkali HS melakukan kebejatannya saat itu. Hindun hanya mampu merapat ke pintu mobil. Berupaya menutupi badannya dengan tas dan jaket.
Meski Hindun sudah berupaya menghindar, tangan HS tetap liar. Kebejatan HS berlangsung lama. Hindun mencoba mencari pertolongan dan minta diturunkan di salah satu rumah warga sembari mengaku bahwa itu adalah rumah saudaranya.
HS memberikan uang Rp200 ribu kepada Hindun untuk ongkos pulang. Hindun yang awalnya menolak uang itu lantas menerima karena HS bersikeras. Hindun turun dari mobil dan lega peristiwa kelam tersebut berhenti dialaminya.
Hindun trauma dan baru berani menceritakan kejadian ini kepada sahabatnya setelah beberapa bulan berlalu.