Medan, IDN Times – Skema “Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) atau pengurangan emisi gas rumah kaca yang disebabkan deforestasi tengah populer. Langkah ini dinilai efektif menekan angka deforestasi yang terjadi pada hutan.
Di Sumatra Utara Yayasan Pesona Tropis Alam Indonesia (PETAI) mulai menggeber implementasi REDD+ dan dan Nilai Ekonomi Karbon (NEK). PETAI mendukung upaya Pemerintah Provinsi Sumut dalam ambisi nasional menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 43,20 persen pada 2030 mendatang.
Sebagai langkah awal, PETAI menggelar workshop bersama berbagai pemangku kepentingan pada 16-17 Januari 2025 di Kota Medan.
REDD+ sendiri merupakan program global yang dirancang untuk menekan emisi gas rumah kaca akibat deforestasi dan degradasi hutan, terutama di kawasan negara berkembang. Inisiatif ini tidak hanya menitikberatkan pada pelestarian hutan, tetapi juga meliputi pengelolaan hutan yang berkelanjutan, peningkatan cadangan karbon dalam hutan, serta kegiatan penghijauan.
Sementara itu NEK merupakan konsep yang memberikan nilai finansial pada karbon yang tersimpan di dalam hutan atau yang emisinya berhasil dihindari. Dalam konteks REDD+, nilai ekonomi karbon dihitung berdasarkan berapa banyak emisi yang bisa dicegah dengan menjaga hutan.