Staf advokasi KontraS Sumut Ady Yoga Kemit. (IDN Times/Prayugo Utomo)
Menurut KontraS Sumut, dugaan penyiksaan terhadap Pandu menjadi bukti kepolisian tidak pernah merubah diri. Kata Ady, berulangnya peristiwa serupa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum ini menjadi bukti bahwa Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Tugas Kepolisian tidak dijalankan.
“Kegagalan ini tentu harus segera dievaluasi untuk dapat memutus kultur kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” kata Ady.
KontraS juga mempertanyakan komitmen Polri yang tertuang dalam Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Beleid itu menyatakan secara tekstual dan kontekstual menjunjung tinggi penghormatan terhadap HAM dan pencegahan penyiksaan.
KontraS mendesak kasus ini harus diusut secara professional, transparan, dan akuntabel. Para pihak yang terlibat dalam kematian Pandu harus diadili.
“Jika keadilan terhadap Pandu tidak juga ditegakkan maka sudah dapat dipastikan aparat penegak hukum melakukan pembiaran dan mengangkangi nilai-nilai kemanusiaan,” tukasnya.
KontraS mendesak, pimpinan Polri melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan penyiksaan yang berujung kematian terhadap Pandu. Lembaga bentukan Munir Said Thalib ini juga mndesak Polda Sumut melakukan pemeriksaan terhadap personelnya yang diduga terlibat penyiksaan.
“Kami juga Mendesak Pimpinan Komisi III DPR RI untuk melakukan pengawasanan terkait pemrosesan perkara. Terlebih mendesak DPR RI menunda pembahasan Revisi terhadap Rancangan Perubahan Undang-Undang Polri dikarenakan belum adanya perbaikan fundamental yang dilakukan oleh Polri terkait dengan reformasi sektor keamanan,” katanya.
KontraS juga mendorong Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melakukan pengawasan terhadap proses hukum kasus tersebut. Mereka juga mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan upaya perlindungan hukum bagi keluarga korban dan saksi dalam kasus penyiksaan ini.