Ilustrasi layanan kesehatan. (IDN Times/Arief Rahmat)
Sebelumnya pihak pasien juga sudah mensomasi rumah sakit tersebut. Kronologi dugaan malpraktik ini dijelaskan suami korban, M (32). Berawal saat istrinya, RRL menjalani proses persalinan 23 April 2022 lalu. Saat itu dokter menyatakan istrinya mengalami pendarahan. "Saya dipanggil masuk ke ruangan operasi, dokter mengatakan pasien pendarahan, dan dikasih pilihan, mengangkat rahim atau tidak. Jika rahim tidak diangkat maka pendarahan akan terus berkelanjutan, dan pada akhirnya saya menyetujui," kata suami pasien.
Setelah lima menit berlalu, suami pasien dipanggil dan diminta menandatangani surat pernyataan. "Dokter menyatakan pasien kritis, dan harus penambahan suntikan bius, demi keselamatan pasien. Saya menyetujui kembali," kata suami pasien.
Namun dua menit berselang dia dipanggil lagi karena pasien dinyatakan kritis dengan kondisi pendarahan total. Sang istri butuh darah golongan B+ sebanyak empat kantong.
Dengan susah payah dan panik atas kondisi istri yang berjuang untuk hidup, M berupaya untuk mencari darah dengan waktu yang begitu genting.
"Alhamdulillah, darah yang diminta bisa kami usahakan. Yang kami sesalkan kenapa sebelum masuk Ruang SC tidak diantisipasi stok darah. Kenapa setelah pasien dinyatakan kritis baru di cari darahnya," ujarnya.
Kemudian sang istri akhirnya keluar dari ruang operasi pukul 20.00 WIB. Ia dirawat di ruang ICU. Esok paginya, sang istri mulai sadar meski belum bisa bicara. Kondisinya sangat lemah. Namun saat itu masih bisa untuk buang air kecil.
Kejanggalan pun terjadi pada hari ke 2, 3 dan 4 saat Riski dirawat di ICU. "Istri saya tak bisa buang air kecil dan tubuhnya pun membengkak. Dan dilakukan USG. Oleh dokter menyarankan untuk cuci darah sebanyak 3 tiga kali untuk mengembalikan kembali fungsi ginjal," ucap M.
Pada 27 April 2022, pasien pun semakin mengkhawatirkan. Ia kemudian dirujuk ke RS Mitra Sejati Medan. Tujuannya untuk konsultasi ginjal dan cuci darah.
"Kami tiba di RS Mitra Sejati pukul 02.30 WIB dan langsung mendapat pertolongan pertama," jelas suami pasien.
Kemudian dokter yang menangani pasien melihat kondisi dan melihat tak ada masalah dengan ginjalnya. "Kami merasa kecewa terhadap isi rujukan pasien. Dalam rujukan dari RS (di Sibolga) tidak menginformasikan kondisi pasien secara jelas," terangnya.
Melihat kondisi istri semakin memburuk, penanganan intensif harus segera dilakukan. Sang istri pun disarankan agar dirawat di ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Namun surat rujukan pun sulit mereka dapatkan dari rumah sakit swasta Sibolga tersebut.
"Kami minta 2 kali untuk surat rujukan ke Adam Malik tapi tidak diberikan, mereka minta pasien untuk datang lagi ke Sibolga untuk dapat surat rujukannnya. Kan tidak mungkin kami bolak balik lagi. Sedangkan kondisi istri sudah parah. Kami akhirnya dibantu RS Mitra Sejati dengan memberikan surat rujukan ke Adam Malik," pungkasnya.
Sang istri lalu dimasukkan ke IGD RSUP Adam Malik. Dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa kandung kemih istrinya kosong.
"Sebelum diambil tindakan lebih lanjut pihak dokter Adam Malik yang menangani istri saya menganjurkan kami untuk cuci darah untuk menormalkan fungsi ginjal agar bisa dilakukan tindakan selanjutnya. Kami menyetujuinya," kata suami pasien.
Kecurigaan adanya dugaan malpraktik terkuak pada 1 Mei 2022. Saat itu Istrinya diminta untuk kembali naik ke meja operasi. Tujuannya untuk membuka saluran kemih yang terjepit.
Dia menyebut, saluran kandung kemih pasien terjahit dan terpotong diduga saat menjalani operasi caesar di rumah sakit swasta Sibolga itu.
"Dokter di Adam Malik menjelaskan saluran kemih terjahit atau terjepit, dan ada yang terpotong. Saluran yang terjepit itukan dipotong kembali, disatukan pakai selang, dijahit lagi supaya tidak terjadi infeksi," pungkas M.
Untuk upaya konfirmasi pihak IDN Times sempat berbincang dengan petugas rumah sakit. Namun ia menolak memberi pernyataan di media.