Ilustrasi gas oplosan (Dok.IDN TImes/istimewa)
Maraden mengatakan, dalam RDP yang pertama Komisi II telah mendapat penjelasan langsung dari dua organisasi yang melaporkan masalah ini. Kedua Organisasi tersebut adalah Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi (LITPK) serta LSM Edsa Peduli.
Kedua organisasi itu menduga adanya penjualan elpiji oplosan ukuran 5,5 kg, 12, kg dan 50 kg oleh PT Horas Teknik Jaya Gas (HTJG). Perusahaan ini merupakan salah satu agen elpiji nonsubsidi di Kota Pematangsiantar yang juga memiliki wilayah kerja ke Simalungun.
Kedua organisasi itu menduga PT HTJG menjual elpiji nonsubsidi yang dioplos dari elpiji 3 kg (subsidi). Pengoplosan dilakukan dengan memindahkan isi elpiji 3 kg ke elpiji 5,5 kg, 12 kg dan 50 kg dengan menggunakan alat khusus dan selang.
HTJG diduga menjual elpiji hasil oplosan dengan harga yang jauh lebih murah dari harga pasar. Elpiji bahkan dijual di bawah harga resmi pengisian ulang di SPPBE. Kedua organisasi tersebut memiliki dan menunjukkan berbagai bukti yang dimilikinya dalam RDP Komisi II.
"Dalam RDP yang pertama, kedua pelapor sudah menjelaskan dan menunjukkan semua yang kita butuhkan untuk menjadi dasar mengadakan RDP lanjutan," terang Maraden.
Karena itu Komisi II akan mengadakam RDP lanjutan sebelum mengeluarkan rekomendasi, seperti pencabutan izin usaha dan sebagainya. Dalam RDP lanjutan nanti Komisi II akan meminta penjelasan dan klarifikasi dari Pertamina Patra Niaga dan PT HTJG mengenai dugaan tersebut.