Ilustrasi pelecehan seksual. (IDN Times/Arief Rahmat)
Dugaan pelanggaran HAM yang telah terjadi sekian tahun lamanya di tubuh OCI merenggut atensi publik akhir-akhir ini. Kelompok sirkus tertua di tanah air ini mendapat sorotan setelah para mantan pemainnya mantap mengadukan isu tersebut ke Komnas HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hingga tampil di berbagai media massa.
Ahmad Taufan Damanik selaku mantan Ketua Komnas HAM 2017-2022 sekaligus Dosen FISIP USU, tak urung menyoroti masalah yang dianggap krusial ini. Ia mengatakan bahwa isu ini dapat dilihat dalam perspektif pasal 35 Konvensi Hak Anak, yaitu tentang penjualan, perdagangan, dan penculikan anak (sale, trafficking, and abduction).
Artinya, terdapat instrumen hukum yang jelas untuk melihat dugaan pelanggaran yang dilakukan OCI. Sehingga dengan demikian konvensi tersebut sudah menjadi bagian dari hukum nasional di Indonesia dan memiliki landasan yang jelas.
Menurutna, meskipun ini instrumen internasional, tapi Indonesia sudah meratifikasi konvensi itu pada tahun 1992, bahkan kemudian dirumuskan dalam UU Perlindungan Anak yang sampai sekarang juga berlaku di dalam hukum domestik kita.
"Dari penjelasan instrumen ini, maka kita bisa melihat ada sekumpulan bayi-bayi yang dikatakan diambil OCI dari keluarganya. Bahkan katanya ada pemberian semacam uang santunan (untuk keluarga). Jadi itu mempertegas, ya, bahwa terjadi sale atau penjualan," kata Ahmad Taufan.
Baginya, pengambilan anak-anak dari pihak yang secara hukum adalah pihak yang sah sebagai wali, seharusnya melalui satu prosedur hukum yang sah. Misalnya melalui adopsi atau pengangkatan anak.
"Tapi mereka (OCI) tidak melakukan itu. Mereka katakan dengan niat baik sudah ambil. Bahkan sebagian mereka sudah berikan uang kepada keluarganya. Dengan demikian itu menggambarkan bahwa telah terjadi satu pelanggaran yang serius. Di mana ada praktik-praktik penjualan, perdagangan, dan penculikan dari anak-anak atau balita-balita itu," kata Taufan.
Apalagi mereka juga ditempatkan di tenda-tenda yang kabarnya jika latihan tertutup dari masyarakat, juga tertutup dari pengawasan pihak pemerintahan.
OCI yang mendidik anak-anak menjadi pemain sirkus dengan maksud komersil, tak jarang disebut para korban sering melakukan penyiksaan. Taufan memandang bahwa penyalahgunaan anak-anak ini sepenuhnya adalah peristiwa sale, trafficking, and abduction.
"Nah, sebaliknya dari pihak terduga pelaku ada pengakuan bahwa mereka berniat baik, mengangkat anak ini atau dalam bahasa hukum berarti bermaksud mengadopsi, ya. Tapi seperti saya katakan tadi, tidak ada satu bukti-bukti legal yang bisa mereka perlihatkan bahwa anak-anak atau bayi-bayi itu memang setelah secara legal melalui proses-proses peradilan misalnya, mereka ambil hak asuhnya atau apa yang disebut sebagai pengangkatan atau adopsi anak," katanya.
"Itu di dalam instrumen hukum di internasional maupun di negara kita, pengangkatan atau adopsi anak tifak bisa dilakukan dengan informal seperti itu. Dia harus disertai atau melalui satu mekanisme dan prosedur hukum yang absah, biasanya melalui proses peradilan," tutur Taufan.