Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
-
Kontraktor Akhirun dengan anaknya bernama Rayhan Piliang jadi terdakwa kasus korupsi jalan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times - Terungkap sejumlah fakta menarik dalam sidang kasus korupsi jalan di Sipiongot, Padang Lawas Utara. Terdakwa Akhirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG) mengungkap komitmen fee di tubuh PUPR dan BBPJN dalam sidang lanjutan, Kamis (23/10/2025).

Ia mengklaim bahwa sangat lumrah di 2 instansi itu terjadi praktik suap-menyuap proyek jalan. Bahkan, terdakwa Akhirun mengatakan ada risiko tersendiri bagi para kontraktor jika tak memberikan komitmen fee atau biasa disebut jatah proyek.

1. Akhirun: kontraktor tak mungkin menang tender tanpa cara kotor

Akhirun Piliang dan anaknya di persidangan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Kontraktor kawakan bernama Akhirun duduk bersebelahan dengan anaknya, Rayhan Piliang, menjadi terdakwa kasus korupsi jalan. Ia dicecar pertanyaan oleh Majelis Hakim terutama soal cara kotor birokrasi memenangkan kontraktor.

"Saya sudah sejak 1995 menjadi. Tidak mungkin kontraktor menang tender (tanpa cara kotor). Karena yang punya hak (mengatur semua) yang berada di lingkup birokrasi," ujarnya kepada Majelis Hakim, Kamis (23/10/2025).

Ia melanjutkan biasanya ada 2 metode lelang yang sering dihelat pemerintah, yakni melalui e katalog dan tender terbuka. Bagi Akhirun, 2 metode ini sama-sama tidak fair.

"Sama aja hanya sistemnya yang berbeda. Di lelang terbuka, kontraktor harus menyiapkan harga dan perhitungan," lanjutnya.

2. Kontraktor akan dipersulit jika tak bayar komitmen fee

Para saksi sidang kasus korupsi jalan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Mengejutkannya, Akhirun mengaku kontraktor sepertinya juga memiliki risiko jika tak memberikan komitmen fee. Ia mengaku pernah dipersulit.

"Bisa mempersulit (kalau tak beri komitmen fee). Kita tak dapat pekerjaan dan mereka memperlama proses pencairan," akunya terang-terangan.

Apa yang ia ungkapkan disebutnya berdasarkan dari pengalamannya. Meskipun selama jadi kontraktor ia selalu menempuh cara kotor, namun ia pernah mencoba tak membayar komitmen fee.

"Di tahun 2020 atau 2021 kalau tidak salah, saya dapat pekerjaan di PUPR Sumut, dengan nilai kontrak hampir Rp10 miliar. Saya tak beri komitmen fee. Di tahun 2022 nya saya tak diberi pekerjaan lagi," ujar Akhirun.

3. Di tubuh BBPJN pada tahun 2023 juga pernah meminta komitmen fee kepada Akhirun

Kontraktor Akhirun dengan anaknya bernama Rayhan Piliang jadi terdakwa kasus korupsi jalan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Regulasi soal komitmen fee, lanjut Akhirun, memang tak tertulis. Namun kerap diminta oleh instansi bersangkutan. Bukan hanya PUPR, menurut pengakuan Direktur PT DNG, di tubuh BBPJN juga lumrah menerima hal ini.

Tahun 2023 Akhirun mengaku pernah memberikan komitmen fee kepada Kasatker PPK, Dicky Erlangga. Bahkan ia mengirim uang kepada pria berkacamata itu beberapa kali.

"Benar. Namun pengkondisiannya bukan seperti di PUPR. Di Balai Jalan sudah mengetahui AMP yang ada di ruas jalan. Dicky memerintahkan saya untuk ikut lelang, mungkin dia diperintahkan pimpinannya. Mirip seperti di PUPR, saya ingin menyesuaikan etalasenya. Kalau komitmen fee pejabat BBPJN, kita tak membahas detail komitmen fee. Memang sudah membudaya di BBPJN. Bukan cuma saya, semua pemborong juga bakal begitu," jelas Akhirun.

Di tengah pengerjaan proyek, Dicky Erlangga disebutnya pernah mengingatkan soal komitmen fee kepadanya. Karena tak bisa membelot, pada akhirnya Akhirun mengirimnya.

"Saya mengirim Rp1,05 miliar ke Helyanto. Sebagian ada pembiayaan operasional dan sebagian komitmen fee. Ke Umar Hadi 143 juta transfer. Iya ke Dicky sudah (1,6 miliar). Kepada Kasatker sebelum Dicky juga ada Rp250 juta. Keuntungan untuk saya, ya, gak ada. Supaya perusahaan saya bisa survive saja," pungkasnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team