Ilustrasi Pendaftaran CPNS (IDN Times/Mardya Shakti)
Awal mula kasus ini diceritakan Direktur LBH Aceh, Syahrul Putra Mulia yang merupakan kuasa hukum Saiful. Saat itu ada penerimaan CPNS untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019. Namun ada peserta yang berkasnya tak sesuai persyaratan diketahui lolos.
Syahrul mengatakan, Saiful lalu mengirim di grup whatsapp yang mengkritik hal itu dengan kalimat, "Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi".
Kemudian Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufiq Mahdi melaporkan Saiful atas tuduhan pencemaran nama baik ke Polrestabes Banda Aceh. Saiful akhirnya ditetapkan jadi tersangka 2 September 2019 dan dijerat Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.
"Saiful juga gak sama sekali menyebutkan nama atau seseorang. Harusnya Fakultas Teknik melakukan sesuatu dengan sistem yang salah ini sebagai institusi pendidikan tinggi,” beber Syahrul dalam konfrensi pers yang digelar Change.
Padahal kata korup yang disebut Saiful dalam statusnya hanya berharap pihak kampus untuk membenahi sistem. Bukan menuding korupsi. "Kami datang ke kejaksaan bukan karena ditundukkkan, tapi ini wujud kepatuhan terhadap keputusan sebagai warga negara yang baik," kata Syahrul.
Dalam persidangan Saiful divonis dengan 3 bulan penjara dan denda Rp10 juta di PN Banda Aceh pada 4 April 2020. Ia mengajukan bandin, tapi ditolak. Demikian juga kasasi.