Ilustrasi Pers (IDN Times/Mardya Shakti)
Lantas apa yang harus dilakukan pembaca jika media melanggar kode etik? Pertama, kata Agung, jika baru satu kali, maka lihat dulu deliknya apa, kemudian sampaikan hak jawab.
Namun jika sudah terjadi berulang-ulang atau ada unsur kesengajaan dan tidak beritikad baik, maka Dewan Pers akan merekomendasikan untuk ditindak.
Tantangan lain bagi dunia jurnalis adalah media sosial. Menurutnya saat ini anak muda, millennial sebagian besar punya sosmed, dan sosmed juga lebih menarik cara menyajikan informasinya.
"Tapi harus diingat, informasi (di Medsos) bisa salah, tapi kalau berita tidak boleh salah. Kalau berita tidak boleh, karena membuat berita ada prosesnya, dari mengolah, menyiapkan hingga menyajikan. Sedangkan media sosial tidak punya proses itu, " tambahnya.
Namun apabila media sosial milik media mainstream memberikan informasi yang salah, tidak bisa diadukan ke Dewan Pers, namun harus dilaporkan menggunakan UU ITE.
Agung berpesan, menulis itu adalah hal yang baik. Namun penting menulis yang baik sesuai kode etik jurnalistik. Bukan tidak boleh memberitakan sesuatu yang mengkritik. Tapi pastikan itu benar dan ditulis dengan baik.
"Selain menulis 5W + 1H, pikirkan juga I nya, Impact-nya. Pikirkan berita ini berdampak pada orang lain atau enggak. Kalau menimbulkan kekisruhan, ini berpotensi untuk diadukan, " Jelasnya.
Saat ini memang sudah MoU Dewan Pers dengan Polri. Namun bukan berarti jurnalis terhindar dari berurusan dengan Polisi.
Menurut Agung dalam MoU tersebut dalam 4 hal yang diatur. Pertama pertukaran data atau informasi, kedua, koordinasi di bidang perlindungan kemerdekaan pers; ketiga, koordinasi di bidang penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan; dan terakhir, peningkatan kapasitas sumber daya manusia.