Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Demam One Piece cover.jpg
Ilustrasi bendera One Piece dan Indonesia (IDN Times/Mardya Shakti)

Intinya sih...

  • Bendera One Piece muncul di berbagai aktivitas, dari konser musik hingga sidang pengadilan militer.

  • Sentimen positif terhadap One Piece sebagai simbol kritik sosial kreatif dan perlawanan terhadap ketidakadilan.

  • Bendera One Piece menjadi simbol protes politik dan sosial, menimbulkan reaksi negatif dari pihak pemerintah.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di Panggung RI Fest 15 Agustus 2025, band .Feast sedang membakar energi penonton. Di antara lautan manusia yang moshing, tampak ada bendera One Piece berkibar di tengah kerumunan. Kain bergambar tengkorak dengan topi jerami atau Jolly Roger dari manga dan anime One Piece karya Eiichiro Oda sejak 1997 ini belakangan memang jadi perbincangan jelang perayaan HUT ke-80 proklamasi RI.

Bassist .Feast Fadli Fikriawan kemudian berbicara. Ia melihat ada orang yang dipukul dan membawa bendera bajak laut, diduga dilakukan pihak keamanan. “Orang moshing biasa aja bawa bendera One Piece, gak usah dipukuli kali pak,” kata Awan, sapaan akrabnya.

Awan kemudian mengeluarkan berbagai kalimat sentilan. “Katanya bangsa yang besar, tapi takut sama bendera One Piece,” celetuk Awan yang langsung disambut riuh penonton. 

Bendera One Piece memang belakangan kerap nyempil di berbagai aktivitas baik panggung musik, aksi demonstrasi hingga sidang pengadilan. 

Dari panggung musik, hingga ke jalanan bendera hingga mural One Piece

Warga diminta aparat hapus mural One Piece di Sleman. (IDN Times/Tunggul)

Di Medan pada 7 Agustus 2025, sebuah sidang pengadilan militer yang mengadili dua anggota TNI yang sudah menewaskan MHS, seorang remaja 15 tahun warga Serdang Bedagai jadi sorotan. Massa yang menamai diri mereka Aliansi Rakyat Melawan Impunitas (ARMI) menyampaikan sejumlah protes karena merasa ketidakadilan terhadap vonis yang dijatuhkan kepada 2 TNI hanya 2,5 tahun. 

Massa turut mengibarkan bendera One Piece di tengah poster-poster protes lainnya. Seorang aktivis mahasiswa bernama Bonargaes Marbun kemudian ditarik paksa keluar dari ruang sidang.

"Kami ditarik dari ruang persidangan oleh TNI, dibawa ke sel, bahkan sempat diseret dipaksa masuk sel. Saya dipukul hingga kepala saya memar, baju saya kancingnya hilang, saya ditarik juga. Di sel saya dikeroyok dan setelah itu dari keluarga korban menjemput saya di sel dan keluar hari ini," beber Bonaerges.

Tampak sederhana, selembar kain, sebuah simbol pop culture dari sebuah karya fiksi. Tapi reaksi yang lahir begitu berlebihan. Seakan-akan negara sedang berhadapan dengan musuh nyata.

Monkey D Luffy, tokoh utama dalam One Piece, seorang pemimpin Straw Hat Pirates mengibarkan bendera Topi Jerami meski dianggap remeh oleh bajak laut lain. Bagi Luffy, bendera adalah tanda eksistensi dan harga diri. 

Dalam perjalanannya Luffy harus menghadapi berbagai musuh. Termasuk pemerintah dunia dan Celestial Dragons. Ini adalah penguasa yang korup, elitis dan selalu menindas kepada rakyatnya. Mereka ditopang Admiral Akainu dan beberapa tokoh angkatan laut sebagai simbol dari aparat yang membela penguasa.

Fenomena bendera One Piece kemudian merembet ke kampus. Ketua BEM se-UNHAS Dzaky dengan sengaja mengenakan pin One Piece saat Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025, di Gelanggang Olahraga JK Arenatorium, Senin (11/8/2025).PKKMB 2025. Ia menyebutnya sebagai “simbol perlawanan”. 

"Karena dirasa simbol One Piece ini sarat akan makna, dan dapat menjadi simbol perlawanan terhadap ketimpangan yang terjadi serta isu-isu yang beredar akhir-akhir ini," kata Dzaky, Jumat (15/8/2025).

Dzaky menjelaskan bahwa pemilihan pin bukanlah keputusan pribadi, melainkan keputusan kolektif seluruh ketua BEM. Dia menekankan keputusan tersebut lahir sepenuhnya dari kesepakatan bersama tanpa paksaan atau intimidasi.

Dia lantas menjelaskan pin dipilih karena dianggap lebih simbolik dan personal dibandingkan bendera yang belakangan viral. Selain itu, penggunaan simbol serupa pernah dikenakan Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka saat debat Pilpres 21 Januari 2024, sehingga pin dianggap sebagai bentuk ekspresi yang sah dan relevan.

Di Bali, mahasiswa mengeluh ruang berekspresi di kampus kian dipersempit. Salah satunya saat mahasiswa menolak kerja sama dengan TNI. Pejabat fakultasnya mendesak agar pemimpin organisasi mahasiswa tidak mengunggah penolakan kerja sama itu demi citra fakultas.

 “Kadang kami merasa ingin pindah ke negara One Piece,” ujar salah satu mahasiswa, merujuk pada dunia bajak laut yang penuh kebebasan.

Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Nurmandi mengungkapkan UMY tidak akan melarang jika ada mahasiswa yang akan mengibarkan bendera One Piece. Hanya dia memberikan catatan tidak bisa disandingkan atau disejajarkan dengan Bendera Merah Putih karena tidak setara. 

Di sisi lain bentuk protes kepada negara bisa dengan simbol atau bentuk lain seperti pantun satire, drama dan lain-lainnya.

‎‎"Orang Jogja itu kan pandai dalam melakukan kritik sosial, misalnya melalui lagu yang sampai hari ini masih sangat relevan," terangnya.

Dari ruang akademik, simbol itu juga ramai di jalanan. Di Semarang, bendera ini bahkan berkibar di perkampungan kawasan Jetis, Gunungpati, Kota Semarang. Bendera tersebut masih terpasang terpisah dengan bendera Merah Putih. Kesbangpol bahkan turun tangan mengedukasi penjual bendera One Piece di kota itu. 

Di Sragen, mural One Piece dihapus, menimbulkan protes warga. Belakangan diketahui penghapusan logo One Piece ini terjadi di Jalan Kampung Duyuh, Sragen, pada Minggu (3/8/2025) siang.  Bupati Sragen bahkan harus turun tangan memberikan penjelasan, sementara warga menilai langkah itu berlebihan.

Mural bergambar Luffy dan bendera bajak laut juga bermunculan di Sleman, tapi kemudian dihapus atas instruksi aparat. Di Pati, bendera ini berkibar di aksi massa yang menuntut mundurnya Bupati Sudewo pada 13 Agustus 2025 lalu. 

Dalam salah satu episode di One Piece berjudul Enies Lobby arc. Diceritakan di situ Pemerintah Dunia berusaha menghapus jejak Nico Robin karena dianggap berbahaya. Namun Luffy dan krunya justru membakar bendera Pemerintah Dunia sebagai bentuk perlawanan simbolik. Pesannya jelas, ketika negara berusaha menghapus simbol, yang muncul justru perlawanan yang lebih kuat.

Pop Culture Jadi Idiom Politik

Mural One Piece karya pemuda Karang Taruna Wiryadarma di Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Sentimen positif terhadap One Piece dianalisis Drone Empit. Dari data yang diambil di media sosial dan online 26-31 Juli 2025 dengan kata kunci terkait isu pengibaran bendera One Piece mencuat dengan 1.400-an artikel dan 16.600 mentions. Mayoritas warganet menilainya positif sebagai simbol kritik sosial kreatif. Isu bendera One Piece masuk trending topic di X. Mencapai peringkat 4 pada 2 Agustus 2025.

Dari sentimen positif, disebutkan alasannya bendera One Piece dianggap bentuk ekspresi kreatif dan demokratis, dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan pemerintah korup, selain itu menjadi lanbang kebebasan dan semangat rakyat, kritik sosial yang kreatif dan tanpa kekerasan serta mencerminkan kekecewaan rakyat yang wajar dalam demokrasi.

Aliansi masyarakat sipil di Yogyakarta bahkan menyerukan pengibaran bendera One Piece pada 17 Agustus sebagai “teguran simbolik” untuk pemerintah. 

"Menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia yang masih memiliki nurani dan mimpi keadilan untuk bersama-sama menunjukkan sikap politik dengan satu simbol: bendera hitam tengkorak One Piece," tulis keterangan yang dibagikan Kontra Tirano selaku juru bicara aliansi, Jumat (1/8/2025).

Bukan sekadar seruan, aliansi juga mengemas gerakan pengibaran bendera tengkorak berlatar belakang hitam ini dalam bentuk sebuah lomba. Konsepnya Lomba Upacara Bendera One Piece Pada 17 Agustus 2025 Dengan Kultur Bajak Laut lewat konten video yang diunggah ke akun medsos.

"Kami bukan musuh bangsa, kami adalah rakyat yang muak dibohongi. Kibarkan bendera hitam, tunjukkan bahwa kita masih berani bermimpi tentang Indonesia yang merdeka sungguhan," tutup keterangan tersebut.

Bagi banyak pejabat, bendera itu tetap dianggap “kreatif tapi bikin gerah.” Salah satu pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Budi Gunawan turut memicu. Budi menyoroti ada upaya provokasi yang dilakukan untuk mencederai marwah bendera Merah Putih dengan simbol fiksi seperti One Piece. Bahkan menurutnya bisa terancam pidana.

"Kami mencermati dengan serius adanya provokasi dari sebagian kelompok untuk menurunkan marwah bendera perjuangan kita dan mengganti dengan bendera simbol-simbol fiksi tertentu. Ini tentu sangat memprihatinkan kita semua," ungkap Budi dalam pernyataannya di Jakarta 2 Agustus 2025 lalu.

"Pemerintah akan mengambil tindakan hukum secara tegas dan terukur jika ada unsur kesengajaan dan provokasi demi memastikan ketertiban dan kewibawaan simbol-simbol negara," ucap dia.

Bahkan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco mengatakan pengibaran bendera dan simbol One Piece sebagai upaya memecah belah bangsa. Pemerintah daerah NTB meminta ke depan tak usah menyinggung soal fenomena One Piece ini.

Ada ketakutan berlapis, jangan sampai bendera One Piece menggeser wibawa bendera merah putih. Padahal, publik tak pernah berniat menggeser simbol negara. Mereka hanya mencari ruang ekspresi. 

Ini mengingatkan pada Marineford War dalam dunia One Piece. Pemerintah Dunia begitu takut pada pesan yang bisa membangkitkan semangat rakyat, sampai-sampai berusaha membungkam Ace di depan publik. Namun justru dari peristiwa itu lahir gelombang perlawanan yang lebih luas.

Sejak lama komunitas penggemar One Piece sudah mengibarkan bendera Jolly Roger

Ilustrasi bendera one piece (PJFC FOREVER/pinterest.com

Padahal jika dicermati bendera One Piece (Jolly Roger Straw Hat Pirates) bukan sesuatu yang baru di Indonesia. Ia sudah lama hadir di kalangan komunitas penggemar One Piece atau yang biasa menyebut diri mereka Nakama. Bedanya, dulu ia lebih bersifat simbol fandom dan kebersamaan, sementara pada 2025 berubah jadi simbol protes politik dan sosial.

Komunitas Nakama tumbuh di berbagai kota besar sejak tahun 2000-an seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Makassar, dan lainnya. Mereka rutin mengadakan nonton bareng (nobar) episode terbaru, cosplay, dan jual-beli merchandise.
Dalam setiap acara, bendera bajak laut Topi Jerami hampir selalu hadir sebagai simbol persaudaraan. Bendera itu berkibar di stan merchandise, backdrop acara cosplay, bahkan jadi properti foto bareng.Buat para nakama, bendera itu melambangkan kebebasan, persahabatan, dan impian bersama—sejalan dengan pesan utama Eiichiro Oda di One Piece.

Bahkan tokoh-tokoh politik dan publik juga menasbihkan dirinya sebagai nakama.  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 2023 lalu memposting unggahan tentang karakter di anime dan manga One Piece. Kali ini ia memposting tentang Nakama Nami. Dia juga mengenakan topi jerami bertuliskan Indonesia. Nami adalah seorang bajak laut dan navigator dari kelompok Bajak Laut Topi Jerami. Dia menjadi navigator kelompok Luffy dkk.

Wapres Gibran Rakabuming Raka juga mengenakan pin One Piece saat debat Pilpres lalu. Begitu juga rival politiknya Anies Baswedan turut membentangkan bendera bajak laut dari anime One Piece itu jelang Pilpres 2024. Selain itu sejumlah selebritis seperti Gilang Dhirga, Sherina Munaf, Uus hingga Tanboy Kun juga mengaku sebagai nakama. 

Sebelum viral secara politik, bendera ini sudah menjadi ikon kultural yang melekat dalam subkultur pop di Indonesia.“Arti Jolly Roger bagi saya pribadi dalam konteks dunia One Piece adalah bentuk kebebasan dalam mengekspresikan diri. Simbol ini bisa dimaknai sebagai hal baik maupun hal jahat, tergantung bagaimana orang memaknainya,” ujar Founder Komunitas One Piece Indonesia, Ivan Tio Sadewo.

Menurutnya, simbol ini bukan sekadar lambang di dunia fiksi, tapi juga cerminan kebebasan dalam berekspresi di kehidupan nyata.“Siapa pun yang mengibarkan Jolly Roger berarti dia bagian dari nakama, sahabat yang sama-sama penikmat One Piece,” jelasnya.

Ivan mengaku prihatin dengan kondisi yang terjadi saat ini. Ia menilai semestinya aparat bisa lebih persuasif. Bagi Ivan, kebebasan berekspresi di Indonesia makin terasa sempit ketika hal-hal sederhana seperti bendera kartun saja dipermasalahkan.

“Bendera partai oke, bendera ormas oke, tapi bendera kartun tidak boleh. Itu sangat menggelitik,” katanya.

Cerita One Piece relevan dengan kondisi realitas

Bendera One Piece saat berkibar di Kawasan Kejawan Putih Tambak, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Alfian, seorang nakama asal Medan yang sudah menggemari One Piece sejak 2005 menyadari jika anime favoritnya ini punya cerita yang relevan dengan kehidupan. Bukan hal aneh jika anime seperti One Piece yang bergaya fantasi justru kaya akan nilai-nilai mimesis. Terlebih episode yang banyak mengeksplor fenomena sosiologis di Negeri Wano.

"Ada cerita kilas balik kehidupan karakter Robin. Di mana terjadi peristiwa genosida terhadap penduduk di pulau yang isinya semua ilmuwan sekaligus pencatat sejarah dunia. Di dunia One Piece, ada namanya abad kekosongan. Abad kekosongan ini dicatat oleh para ilmuwan itu, dan dianggap pemerintah dunia sebagai suatu hal yang sangat berbahaya jika diketahui oleh publik. Alhasil secara keji pemerintah dunia melakukan genosida terhadap semua penduduk di pulau itu yang isinya adalah ilmuwan. Mereka dibunuh, termasuk dengan arsip-arsip sejarah yang mereka buat juga dibakar tak bersisa. Satu-satunya yang hidup hanya si Robin, itu pun karena dia diselamatkan oleh salah seorang petinggi admiral (tentara laut)," tuturnya.

Negeri Wano, dalam dunia One Piece banyak mengungkap isu pertambangan. Dikuasai bajak laut bernama Kaidou yang rutin menyetor ke pemerintahan dunia. 

“Pemerintah juga memiliki sahamnya di situ. Jadi dia dilegalkan mengeksploitasi alam Negeri Wano. Yang awalnya negeri Wano subur, namun begitu datang Kaidou dengan ucapan manisnya ingin memajukan Negeri Wano dalam sektor industri pertambangan, malah berakhir menyengsarakan masyarakat," cerita Alfian.

Arman AZ, seorang peminat budaya di Lampung menilai fenomena penggunaan simbol-simbol populer sebagai bentuk protes kepada penguasa bukanlah hal baru. Menurutnya, di banyak negara hal tersebut lumrah terjadi.

“Penggunaan bendera One Piece sah-sah saja. Itu bentuk soft warning (peringatan lunak). Yang mesti ditelisik adalah apa latar belakang atau motif penggunaan bendera One Piece hingga viral, serta siapa pemantik awalnya,” ujar Arman kepada IDN Times.

Sastrawan yang sudah melahirkan banyak karya itu mengatakan, bendera tersebut menjadi viral karena masyarakat yang gelisah atau muak dengan situasi saat ini merasa terwakili oleh simbol tersebut. Budaya pop, menurut Arman, efektif menjadi bahasa kritik sosial karena generasi pemakainya banyak, ditunjang teknologi digital, sehingga penyebarannya cepat, masif, dan mampu menarik perhatian.

Namun, bagi pihak yang merasa dikritik, hal itu justru dianggap sebagai ancaman. Bagi Arman, banyak contoh simbol fiksi yang dijadikan alat protes. Misalnya, penggunaan topeng atau tokoh kartun seperti Bart Simpson dan Mickey Mouse yang pernah dipakai dalam aksi protes sosial.

"Bahkan, yang pernah saya lihat langsung, petani-petani di Belanda memasang bendera dalam posisi terbalik di depan rumahnya sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang merugikan petani," ceritanya.

Dalam pandangannya, Arman lebih respek terhadap pendapat Gus Dur saat terjadi perdebatan mengenai bendera Indonesia dan bendera Papua Merdeka. “Itu lebih humanis, rileks, dan tidak menyulut ketegangan lanjutan atau berkepanjangan,” ujarnya.

Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas, menegaskan fenomena pengibaran bendera One Piece atau simbol Jolly Roger yang marak belakangan ini harus dilihat sebagai bentuk ekspresi warga yang dijamin konstitusi.Ia menyoroti pernyataan Menko Polhukam dan Menteri HAM yang menyebut pengibaran bendera One Piece dapat diancam pidana. Menurutnya, pernyataan itu dimaknai sebagai perintah bagi pejabat daerah.

"Respons berlebihan justru menebar ketakutan dan mengekang kebebasan berekspresi warga. Padahal kebebasan berekspresi sudah dijamin dalam UUD 1945. Bahkan UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera menegaskan selama tidak dimaksudkan untuk mengganti, merendahkan, atau menghina bendera Merah Putih, maka tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum," terangnya.

Kini, di balik bendera One Piece, ada pertarungan makna. Antara ekspresi budaya pop dan kekhawatiran negara terhadap simbol.

Dan seperti di dunia One Piece yang saat ini sudah mencapai 1.139 episode, ‘pertarungan’ ini masih berlangsung. Pemerintah bisa menghapus mural, menurunkan bendera, tapi semangat di baliknya sulit dipadamkan.

Layaknya kru Topi Jerami yang tercerai berai setelah Marineford namun tetap mengirim pesan simbolik lewat surat kabar, rakyat Indonesia pun menemukan cara kreatif untuk terus bersuara. 

Dari konser musik, mural, hingga bendera yang berkibar di jalanan, semuanya menegaskan satu hal. Kebebasan berekspresi mungkin dipersempit, tapi tidak bisa sepenuhnya dibungkam.

Bendera bajak laut mungkin hanya fiksi, tapi di Indonesia hari ini ia menjelma jadi metafora nyata. Tentang kebebasan berekspresi yang semakin dibatasi, generasi muda yang menolak diam, dan negara yang gelisah menghadapi kreativitas rakyatnya.

Artikel ini kolaborasi yang ditulis oleh Herlambang Jati, Eko Agus Herianto, Ni Komang Yuko Utami, Ayu Afrilia, Dhana Kencana, Muhammad Iqbal, Debbie Sutrisno, Hironymus Daruwaskita, Tunggul Kumoro Damarjati, Muhammad Nasir, Bandot Arywono, Anggun Puspitoningrum, Silviana Via

Infografis fenomena pengibaran bendera One Piece (IDN Times/Aditya Pratama)
Grafis kontroversi One Piece (IDN Times/Mardya Shakti)

Editorial Team