Ilustrasi pengisian BBM di SPBU Pertamina. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Kata Gomery, penyesuaian tarif ini sudah dianggap paling ideal. Karena jika tidak dilakukan, justru para penarik angkot yang akan mendapatkan imbasnya. Pendapatan mereka akan semakin menurun.
“Kalau harga BBM naik semua berpengaruh. Tapi, kita dan sopir harus tetap beroperasi untuk mencari nafkah," jelas Gomery.
Selama ini belum ada penyesuaian tarif yang dilakukan. Apalagi sejak bahan bakar jenis premium yang biasa dipakai angkot sudah langka.
"Sebenarnya kita juga paling tidak suka naik tarif, tapi mau tidak mau ya harus naik. Sebab kalau harga BBM nya naik, apalagi naiknya sampai 30 persen lebih, ya tidak mungkin kita tidak naik tarif," jelasnya.
Kenaikan tarif juga menyesuaikan potensi naiknya harga suku cadang. Begitu juga harga – harga kebutuhan pokok lainnya. Sopir yang akan merasakan dampak langsung jika tarif tidak disesuaikan.