Evi Novida Ginting dan sejumlah komisioner KPU saat mendatangi DKPP (Dok. IDN Times)
Evi menerangkan kembali bahwa Pengadu sudah mencabut pengaduan di sidang pertama dan Pengadu tidak bersedia lagi hadir dalam sidang kedua. Pengadu tidak pernah memberi keterangan dibawah disumpah dalam sidang DKPP sebagaimana diwajibkan Pasal 31 ayat (4) huruf b Peraturan DKPP 3/2017 Jo Peraturan DKPP 2/2019. Pengadu juga tidak mengajukan alat bukti surat yang disahkan dimuka persidangan, maupun saksi dalam sidang DKPP sebagaimana diwajibkan Pasal 458 ayat (7) UU 7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 31 ayat (5) Peraturan DKPP 3/2017 Jo Peraturan DKPP 2/2019.
Lalu dirinya selaku Teradu, DKPP sama sekali belum pernah mendengar keterangan dan pembelaan Evi sebagaimana diwajibkan kepada DKPP oleh Pasal 38 ayat (2), Pasal 458 ayat (8) UU 7/2017 tentang Pemilu dan Pasal 31 ayat (4) huruf c Peraturan DKPP 3/2017 Jo Peraturan DKPP 2/2019.
"Saya bertanya-tanya demi kepentingan siapa DKPP sampai menerobos prinsip hukum universal audi et alteram partem, Putusan DKPP 317/2019 melanggar 12 ketentuan prosedural yang diatur UU 7/2017 tentang Pemilu, Peraturan DKPP 3/2017 Jo Peraturan DKPP 2/2019. Setahu saya memang ada seorang Anggota DKPP menjadi Calon Anggota KPU Pengganti Antar Waktu. Semakin banyak Anggota KPU RI diberhentikan, semakin besar peluangnya dilantik," ungkap Evi.
Evi menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dalam penerbitan Surat KPU 1937/2019. KPU hanya menjalankan perintah amar Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) MKRI No. 145-02-20/2019 tanggal 08 Agustus 2019. Dalam pengambilan keputusannya, tidak mendapat pengaruh ataupun upaya campur tangan dari pihak manapun saat menetapkan Surat KPU 1937/2019. Surat itu bukan disengaja untuk menguntungkan golongan, kelompok atau pribadi dari Partai tertentu. Kemandirian, profesionalisme, integritas tetap dipegang saat menetapkan Surat KPU 1937/2019 tanggal 10 September 2019 yang diperkarakan di DKPP sebagai pelanggaran etika.
Melalui Putusan 317/2019 DKPP dianggap sudah menerobos wilayah kemandirian KPU. Padahal keputusan dan/atau tindakan KPU melalui Surat 1937/2019 hanya untuk melaksanakan putusan PHPU Mahkamah Konstitusi. Suka atau tidak suka, baik atau buruk Putusan PHPU Mahkamah Konstitusi harus diterima apa adanya sebagai penyelesaian perselisihan hasil Pemilu yang paling akhir. KPU diwajibkan Pasal 474 ayat (4) UU 7/2017 tentang Pemilu melaksanakan putusan perselisihan terakhir tersebut. Kami menjalankannya dengan penuh integritas, profesional dan mandiri.
Surat KPU 1937/2019 karena melaksanakan Putusan MK semestinya tidak perlu diuji lagi kesesuaiannya terhadap UU 7/2017 tentang Pemilu. MK saat memeriksa dan memutus PHPU sudah menguji setiap perkara menggunakan UU 7/2017 tentang Pemilu. KPU hanya menetapkan tindakan dan/atau keputusan untuk menjalankan perintah MK yang pemeriksaanya sudah berdasar UU 7/2017 tentang Pemilu.
"Surat KPU 317/2019 karena dikategori perbuatan hukum pemerintahan melaksanakan Putusan Pengadilan, maka tidak termasuk objek pemeriksaan etika DKPP," ujarnya.