Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Kelapa Sawit (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Pekanbaru, IDN Times - Petani punya sawit, pemerintah yang dapat nama harum. Pemerintah enggak mengerti soal sawit dan suka mengorbankan petani sawit.

Itulah kritikan yang disampaikan para petani sawit swadaya yang tergabung dalam Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), Jumat (28/1/2022), menanggapi kebijakan soal pembatasan ekspor CPO dan olein serta pematokan harga jual CPO sebesar Rp9.300 per kilogram (Kg) di pasar domestik yang disampaikan Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi, Kamis (27/1/2022).

"Pemerintah tidak mengerti kalau dalam industri perkebunan sawit, 40 persen stakeholder-nya adalah para petani sawit swadaya. Kebijakan pemerintah sangat menekan harga TBS produksi petani swadaya," kata Tolen Ketaren, Ketua Umum DPP Samade.

Lain halnya jika kebijakan pembatasan ekspor diberlakukan untuk komoditas batubara yang stakeholder-nya 100 persen adalah pengusaha dan punya banyak unit bisnis.

1. Tolen mencemaskan efek samping kebijakan ini

Pekerja di pabrik kelapa sawit milik PTPN III Hapesong, Batangtoru, Tapanuli Selatan (IDN Times/Arifin Al Alamudi)

Tolen mengaku benar-benar mencemaskan efek samping kebijakan itu. Ia takut kebijakan yang disampaikan Mendag tersebut dijadikan oleh Dinas Perkebunan di setiap provinsi untuk membuat patokan harga CPO Rp9.300 per kg saat merumuskan harga TBS produksi petani sawit.

"Alamat ributlah petani sawit semua. Kalau harga CPO atau Olein dipatok begitu maka harga TBS petani pasti ditekan abis," kata Tolen.

2. Apakah pengusaha dipaksa jual rugi?

Editorial Team

Tonton lebih seru di