Armada Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa membawa saat melintas di Kecamatan Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Rabu (10/12/2025). (IDN Times/Prayugo Utomo)
Jelang hari gelap, tim baru bisa memuat logistik ke perahu. Setelah menempuh perjalanan di Sungai Tamiang selama 20 menit, tim tiba ke dermaga di Sekumur. Di sana, beberapa warga sudah menunggu. Logistik diturunkan dari kapal. Dikemas lagi untuk diangkut ke pusat pengungsian warga.
Hari sudah gelap total. Berbekal penerangan dari cahaya senter, tim mulai berjalan ke sekumur. Bukan medan yang mulus. Tim relawan dan warga harus naik turun bukit. Bahkan, untuk menuju ke arah pemukiman, tim harus menaklukkan hamparan gelondongan kayu.
Sekitar 40 menit berjalan kaki dengan muatan logistik, tim tiba di kawasan pemukiman yang porak poranda. Warga yang mengetahui kehadiran para relawan langsung berkumpul. Mereka tahu, relawan yang datang membawa penerangan. Jadi kesempatan bagi warga untuk mengisi daya baterai ponsel hingga senter mereka yang sudah padam.
“Ini kali kedua kami ke Sekumur. Pertama kita ke Sekumur, cukup luar biasa. Ini salah satu desa yang terhitung sudah hilang. Ada beberapa dusun di sini dan semuanya habis. Seperti yang kita lihat tinggal masjid yang berdiri,” kata Berpa.
Menarik nafas sebentar, tim langsung bergegas. Mendirikan tenda, menyalakan pembangkit listrik portabel dan menyediakan sarana pos hangat.
“Akhirnya bisa ngopi,” ujar soerang warga berkelakar.
Para relawan DMC mendirikan pos hangat supaya warga bisa berkumpul. Bercerita dan saling memberi semangat. Di pos ini, relawan menyediakan berbagai minuman hangat. Kopi, teh, coklat hangat, cemilan, semua bisa dinikmati gratis.
Bahkan, relawan juga menyediakan sambungan internet nirkabel. Sehingga, masyarakat bisa menghubungi kerabatnya. Memberi kabar, bahwa mereka dalam keadaan baik. Bercerita bagaimana kondisi Sekumur saat ini.
“Saat pertama kami masuk, itu kami terharu. Pas dibuka internet gratis, warga pada menangis. Karena baru itu mereka bisa terhubung dengan keluarganya. Di situ kami merasa campur aduk. Ada rasa haru, meski bersamaan juga merasa lega,” kata Berpa.