ilustrasi pandemi COVID-19 (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)
Kata Siti, masalah yang muncul saat pandemik adalah ketika kurangnya informasi pencegahan pandemik COVID-19 di tingkat desa. "Sebetulnya mereka gak sadar kena pandemik COVID-19. Padahal faktanya di wilayah pendampingan kami, setiap hari itu ada 3-4 orang yang meninggal setiap hari. Orang sakit bisa tiga orang dalam serumah," ucap Siti.
"Sejak dari awal COVID-19 itu, Lely Zailani, Ketua Hapsari, belajar di Relawan Pejuang COVID-19. Di sana belajar bagaimana membuat produk minuman Samilakor (Sari Minuman Rempah Asli Lawan Korona) yang berbahan rempah-rempah oleh Dr Tifauzia Tyassumma M.Sc, seorang dokter, Akademisi, Peneliti dalam Nutrional Epydemiologi dan Integrative Health," tambahnya.
Siti mengaku, saat ini masih banyak warga yang belum dapat bantuan dari pemerintah. Ia bahkan sudah beberapa kali mendata anggota di tingkat desa, namun belum ada kejelasan sampai saat ini.
"Ada kita catat ratusan orang, sudah didata dan daftarkan tapi sampai sekarang belum merata. Bahkan yang kita dampingi itu, sedihnya, para ibu-ibu gak bisa cek sendiri bantuan mereka. Harus ditemani ke bank," ucap Siti.
"Bahkan mereka juga gak tahu kapan bantuan sudah masuk, katanya pemerintah akan kirim notifikasi lewat SMS, tapi ternyata gak ada. Ya, jadi kita cek langsung sendiri. Kita gak tahu siapa aja yang dapat," sambung perempuan yang jadi relawan sosial sejak 1998 ini.