Massa penolak PT DPM berunjuk rasa di depan Kantor KI Sumut, Senin (29/11/2021). (Istimewa)
Penolakan terhadap aktifitas PT DPM di Dairi sudah berlangsung lama. Perusahaan pertambangan itu dinilai merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat yang hidup di sekitarnya.
Aksi unjuk rasa penolakan terhadap PT DPM sudah berulang kali dilakukan masyarakat. Dilansir dari laman jatam.org, kawasan tempat PT DPM di Kabupaten Dairi adalah kawasan penting pertanian, sumber-sumber air dan kawasan hutan, yang menjadi penopang dan ruang hidup masyarakat. Mereka menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak menerbitkan izin untuk PT DPM. Khususnya pada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang belakangan tengah dibahas adendum atau perubahannya.
Dalam Adendum itu, PT DPM mengusulkan untuk melakukan 3 (tiga) perubahan izin lingkungan, yaitu perubahan lokasi gudang bahan peledak; mengubah lokasi Tailing Storage Facility (TSF); dan penambahan lokasi mulut tambang (Portal).
Dari jumlah tersebut, perubahan fasilitas penyimpanan bahan peledak dan perubahan fasilitas penyimpanan tailing adalah yang paling memprihatinkan.
Melalui Addendum ANDAL tersebut, PT DPM berencana memindahkan TSF berupa Dam Tailing dari lokasi semula di kawasan hutan lindung yang 500 Meter dari lokasi pabrik pengolahan, dipindahkan ke Bondar Begu, Dusun Sopokomil yang berjarak 2 km dari lokasi semula dengan status lahan untuk penggunaan lain dan penggunaan lahan pertanian kering dan semak belukar.
Dalam artikel JATAM disebut, dua ahli internasional mengatakan jika rancangan fasilitas bendungan tailing yang diusulkan jauh di bawah standar internasional dan standar yang disyaratkan oleh hukum Indonesia. Apalagi disebut jika pembangunan tailing dekat dengan pemukiman. Belum lagi soal lokasi yang juga disebut sebagai lokasi rawan gempa. Risiko terburuk, bendungan akan hancur dan limbah akan membanjiri Dusun Sopokomil.
Masyarakat saat ini juga khawatir dengan keberadaan gudang penyimpan bahan peledak tambang yang jaraknya dekat dengan pemukiman. Gudang itu disebut hanya berjarak 50 Meter dari pemukiman di Dusun Sipat, Desa Longkotan.
Kemudian, upaya penolakan juga dilakukan oleh masyarakat dengan menyerahkan petisi 2.200 tanda tangan kepada KLHK. Ephorus Gereja Batak Protestan telah menulis surat kepada DPM, menyatakan bahwa gereja menolak untuk merelokasi gereja Sopokomil demi keperluan pembangunan fasilitas penyimpanan tailing yang diusulkan tersebut.
Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Sumatra Utara (BAKUMSU) Tongam Panggabean dalam keterangan tertulisnya menyebut jika PT DPM sudah melanggar hukum.
"Persetujuan fasilitas penampungan tailing belum diumumkan secara publik sesuai persyaratan hukumnya. Namun, saat ini sudah bisa kita lihat pekerjaan lapangannya (sudah dimulai). Kami percaya DPM sudah mengabaikan hukum di Indonesia." Ungkap Tongam.
“Kami meminta pemerintah Indonesia untuk mencabut izin sebelumnya yang sudah diberikan untuk tambang ini dan menuntut perusahaan tersebut,” imbuhnya.