Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_5029.jpeg
Guru honorer Langkat mendatangi Pengadilan Negeri Medan untuk melakukan aksi demo dengan tuntutan meminta keadilan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Intinya sih...

  • Para guru demo ke PN Medan, menuntut keadilan dalam kasus kecurangan perekrutan PPPK Langkat

  • Guru meminta hakim mempertimbangkan fakta-fakta sebagai bentuk adil, dan tuntutan yang dirasa ringan dan tidak efektif

  • JPU memberi vonis ringan kepada lima terdakwa dalam kasus kecurangan PPPK Langkat, dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta

Medan, IDN Times - Sejumlah guru melakukan aksi demo ke kantor Pengadilan Negeri Medan, Jalan Pengadilan, Kota Medan, Kamis (10/7/2025). Para guru ini merupakan korban atas kecurangan perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Langkat.

Dari pantauan IDN Times, puluhan guru ini didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, berorasi di depan pintu masuk PN Medan dengan membawa spanduk bertuliskan "Korban Kasus Korupsi Seleksi PPPK Langkat mencari Keadilan di Pengadilan Negeri Medan, Hukuman Harus Seberat-beratnya."

1. Para guru membawa spanduk saat demo yang menampilkan lima wajah terdakwa

Guru honorer Langkat mendatangi Pengadilan Negeri Medan untuk melakukan aksi demo dengan tuntutan meminta keadilan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dalam spanduk juga menampilkan wajah lima terdakwa yakni, mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Saiful Abdi, Eka Syahputra Defari selaku eks Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat, serta eks Kepala Seksi Kesiswaan Sekolah Dasar Disdik Langkat, Alek Sander, dan mantan kepala sekolah Rohayu Ningsih dan Awaluddin selaku eks Kepala SD. 

Koordinator aksi, Sofyan Muis Gajah dalam orasinya meminta keadilan, bukan mengintervensi penegakkan hukum.

"Tapi kami minta agar bapak Jaksa bapak Hakim untuk menegakkan hukum, memutuskan kasus ini secara objektif sesuai dengan fakta fakta hukum yang ada," teriaknya dengan pengeras suara.

Diketahui, tuntutan Jaksa yang menuntut para terdakwa hukuman penjara 1 tahun 6 bulan ini dinilai sangat mengecewakan. Sebab, tindakan korupsi yang dilakukan sangat merugikan ratusan guru. 

"Bayangkan bila seorang koruptor melakukan suap dalam bentuk uang untuk mengatur siapa yang menang dalam perekrutan PPPK Langkat hanya divonis ringan. Dimana keadilan ini," kata Sofyan. 

Sementara itu, hal senada juga diutarakan oleh Dina salah satu guru yang ikut melakukan aksi.

"Kami bukan hanya sekali kemari, tapi sudah berpuluh kali. Mungkin sudah tidak bisa lagi dikatakan kata-kata seberapa sakitnya kami dari 2023 sampai 2025. Kami kesana-kesin8 mencari keadilan, tapi apa yang terjadi," ucapnya dalam orasi.

Dia menyatakan tujuannya dalam aksi untuk meminta keadilan. Namun, sayangnya saat aksi mereka merasa kecewa karena para Jaksa tidak ada yang menemui mereka.

2. Para guru meminta agar keputusan hakim bisa mempertimbangkan fakta fakta yang ada sebagai bentuk adil

Guru honorer Langkat mendatangi Pengadilan Negeri Medan untuk melakukan aksi demo dengan tuntutan meminta keadilan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Dalam cerita guru-guru, beban moril dan mental juga dialami guru saat ini yang menjadi korbannya.

"Karena, sebelum mereka menjadi tersangka, terdakwa menjadi tersangka itu banyak intimidasi-imtimidasi guru-guru,'" kata Irwan yang juga merupakan guru.

Para guru berharap kepada Pengadilan Negeri Medan agar pada sidang vonis yang dibacakan Jumat (11/7/2025) besok, keputusan hakim bisa mempertimbangkan fakta fakta yang ada, sebagai bentuk adil.

"Jangan sampai mengecewakan hati guru-guru, karena hakim dilahirkan dari guru," tutupnya.

Sementara itu, dari pihak LBH Medan, Reza Lubis menyampaikan tuntutan yang dibacakan atas kasus ini, termasuk tuntutan yang ringan dan tidak efektif.

"Dimana awalnya mereka di dakwa mereka pada pasal 12 undang undang tipikor nomor 20 tahun 2021 yaitu pasal 12 kerugian itu ada sekitar lebih dari Rp200 juta dan dituntut 4 tahun dan maksimal 5 tahun penjara. Pada fakta tuntutan mereka cuma dituntut 1.6 tahun. Ada apa ini, penuh dengan kekeliruan, padahal saksi korban ada sekitar 54 korban dan diantara 54 ini ada menyerahkan Rp25 juta hingga Rp75 juta. Kalau kita total kerugian ini bisa mencapai miliaran rupiah," jelasnya.

Dia menjelaskan kasus ini, harusnya tuntutan tersebut jatuh selama 4 tahun maksimal 20 tahun.

"Kita rujukannya sesuai dengan pasal 12 undang undang tipikor yang didakwakan kepada terdakwa diawal, serta melihat fakta persidangan mulai dari hadirnya 54 saksi hingga ahli IT, dan saksi dari Kemendikbud, sudah jelas mereka menyerahkan uang. Namun, dipersidangan mereka menyangkal," katanya.

3. JPU memberi vonis ringan kepada lima terdakwa dalam kasus kecurangan

Guru honorer Langkat mendatangi Pengadilan Negeri Medan untuk melakukan aksi demo dengan tuntutan meminta keadilan (IDN Times/Indah Permata Sari)

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan vonis ringan terhadap lima terdakwa kasus kecurangan perekrutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Langkat tahun 2023.

Adapun dalam kasus ini lima terdakwa adalah mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat, Saiful Abdi, Eka Syahputra Defari selaku eks Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat, serta eks Kepala Seksi Kesiswaan Sekolah Dasar Disdik Langkat, Alek Sander, dan mantan kepala sekolah Rohayu Ningsih dan Awaluddin selaku eks Kepala SD. 

Tuntutan hukuman itu dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Ruang Sidang Cakra 9 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (3/7/2025). 

"Menuntut, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Saiful Abdi, Eka Syahputra Defari, Alek Sander, Awaluddin, dan Rohayu Ningsih oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan (1,5 tahun)," ucap JPU Nurul Wahidah.

Selain itu, jaksa juga menuntut kelimanya membayar denda sebesar Rp 50 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka harus diganti dengan hukuman kurungan selama tiga bulan.

Kelima terdakwa tersebut dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua, yakni Pasal 11 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Menyatakan para terdakwa terbukti secara dah melanggar Pasal Pasal 11 Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata JPU.

Setelah mendengarkan tuntutan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa untuk membacakan nota pembelaan pada Senin (7/6/2025) mendatang.

Kasus kecurangan PPPK Langkat terjadi pada 2023 dan kasusnya mulai bergulir sejak 2024 kemarin. 

Adapun dalam kasus ini telah terjadi kecurangan di mana para terdakwa mengutip uang kepada para peserta senilai Rp 45 juta. 

Uang tersebut kemudian dibagi bagi oleh para tersangka. Kasus itu kemudian dilaporkan oleh para korban ke Polda Sumut. 

Editorial Team