Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250828_200845.jpg
Pegawai BP Batam dan Petugas Ditpam BP Batam melakukan tindakan represif kepada mahasiswa yang melakukan penolakan revisi PP 46/2007 (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Intinya sih...

  • BP Batam menangkap mahasiswa yang menyuarakan penolakan terhadap rencana revisi PP 46/2007, disebut sebagai upaya membungkam suara kritis mahasiswa.

  • Revisi PP 46/2007 dinilai akan abaikan kearifan lokal dan berpotensi memperbesar ketimpangan sosial-ekonomi serta kerusakan lingkungan di Kepulauan Riau.

  • BP Batam klaim forum konsultasi publik digelar untuk menyerap aspirasi berbagai pihak terkait perubahan PP 46 Tahun 2007, dengan tujuan memperluas kawasan perdagangan bebas Batam.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Batam, IDN Times - Dua mahasiswa Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) ditangkap secara paksa oleh aparat Direktorat Pengamanan (Ditpam) Badan Pengusahaan (BP) Batam saat menyuarakan penolakan terhadap rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007. Penolakan itu disampaikan dalam forum konsultasi publik yang digelar di Balairungsari Gedung BP Batam, Selasa (26/8/2025) lalu.

Kedua mahasiswa tersebut, Jamaluddin (Fakultas Hukum) dan Alwie Djaelani (FISIP), menilai revisi aturan akan memicu konflik agraria baru, serupa dengan tragedi Rempang-Galang.

Aksi penolakan berujung pada tindakan represif ketika Jamal dan Alwie digotong keluar ruangan dan dibawa pegawai BP Batam dan petugas Ditpam BP Batam. Setelah tiga jam ditahan, keduanya dibebaskan setelah mahasiswa lain bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Kepulauan (MK) mendatangi kantor Ditpam BP Batam.

1. Bentuk pembungkaman BP Batam terhadap kritik

Peta rencana pengembangan wilayah kerja BP Batam ke pulau-pulau kecil (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Ahmad Fauzi dari LBH Masyarakat Kepulauan mengecam tindakan aparat yang disebutnya sebagai upaya membungkam suara kritis mahasiswa.

“Ini cara brutal yang dilakukan BP Batam. Kepala BP Batam Amsakar Achmad dan Li Claudia Candra harus bertanggung jawab. Seharusnya kritik mahasiswa disikapi secara humanis, bukan dengan cara lama seperti zaman batu,” kata Fauzi.

Fauzi menegaskan, penangkapan paksa itu berpotensi menghilangkan kepercayaan publik terhadap proses revisi PP 46/2007. Menurut dia, alih-alih menutup ruang kritik, BP Batam semestinya membuka dialog yang sehat dengan masyarakat dan mahasiswa.

2. Revisi PP 46/2007 dinilai akan abaikan kearifan lokal

Daftar pulau-pulau kecil yang akan menjadi wilayah kerja baru BP Batam (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Kritik serupa disampaikan Hendrik, pendiri Akar Bhumi Indonesia. Menurut dia, perluasan wilayah kerja BP Batam dalam revisi PP ini berpotensi menambah 124 pulau kecil ke dalam kawasan perdagangan bebas. Langkah ini dikhawatirkan memperbesar ketimpangan sosial-ekonomi dan kerusakan lingkungan di Kepulauan Riau.

“Selama puluhan tahun kita bisa melihat konflik sosial, konflik lingkungan, dan konflik hukum yang ditinggalkan BP Batam. Apakah mereka sanggup mengelola wilayah yang lebih luas lagi? Jangan sampai Kepri hanya jadi objek kebijakan ekonomi nasional, sementara kearifan lokal dan ruang hidup masyarakat pesisir dikesampingkan,” kata Hendrik.e

Ia menambahkan, tindakan represif terhadap mahasiswa justru dapat memicu gelombang penolakan lanjutan. “Masyarakat sudah bingung harus mengadu ke mana. Mahasiswa menyuarakan keresahan itu. Seharusnya respons aparat tidak berlebihan,” katanya.

3. BP Batam klaim serap aspirasi publik

Gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Terkait tindakan represif tersebut, IDN Times telah melakukan konfirmasi kepada Kepala biro umum BP Batan, Muhmmad Taufan melalui pesan singkat, namun hingga berita ini diterbitkan, Taufan tidak menjawab upaya konfirmasi.

Namun, BP Batam menerbitkan siaran pers. BP Batam menegaskan bahwa forum konsultasi publik digelar untuk menyerap aspirasi berbagai pihak terkait perubahan PP 46 Tahun 2007.

Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan, revisi bertujuan memperluas kawasan perdagangan bebas Batam, menciptakan lapangan kerja baru, dan memperkuat posisi Indonesia di jalur perdagangan internasional.

“Dengan perluasan ini, wilayah baru akan diberikan fasilitas sama seperti FTZ Batam. Artinya akan ada kawasan unggulan baru dengan kemudahan investasi,” kata Elen.

Anggota/Deputi Bidang Kebijakan Strategis dan Perizinan BP Batam, Sudirman Saad menambahkan, hak-hak masyarakat pesisir dan nelayan akan tetap dihormati. “Meskipun dikembangkan sebagai daerah investasi, masyarakat dapat hidup secara alamiah, dan wilayah tangkapan nelayan tetap akan dihormati,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Suyono, pengamat ekonomi di Kota Batam menilai, revisi PP 46/2007 tidak boleh hanya berorientasi pada investasi. Ia menekankan pentingnya kepastian hukum bagi pelaku usaha sekaligus perlindungan bagi masyarakat pesisir.

“Rencana perubahan PP ini harus memberi kepastian bagi investor yang sudah beroperasi, jangan sampai menimbulkan ketidakpastian hukum. BP Batam juga harus memastikan keberlangsungan hidup masyarakat nelayan. Dalam penyusunan aturan teknis, semua pihak perlu diakomodir,” tegas Suyono.

Editorial Team