ilustrasi (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)
Catatan WALHI Sumut, dalam 20 tahun terakhir, kawasan hutan bakau di Pantai Timur Sumatra Utara mengalami degradasi secara signifikan.
Citra satelit pada 1999 menunjukkan, tutupan hutan di Pantai Timur masih menyentuh angka 60.064 hektare. Namun pada 2018 luasannya berkurang menjadi 47.499 hektare meliputi kawasan Hutan Lindung dan Hutan Konservasi (KH SUMUT, SK 8088 Tahun 2018). Artinya terdapat penurunan luas kawasan yang mencapai 12.565 ha.
Dari data itu, perkebunan sawit menjadi penyebab kerusakan paling utama sebesar 40 persen. Kemudian tambak 35 persen, pertanian 25 persen dan lainnya 5 persen. Pantai Timur Sumatra bagian Utara menjadi penyumbang angka yang cukup signifikan untuk kerusakan hutan bakau.
Onrizal, dalam penelitiannya menyebut, luas mangrove di kawasan pesisir Timur Sumatra Utara sampai sebagian Aceh sudah kehilangan 60 persen kawasan. Sementara, jika melihat data global, hutan mangrove hilang sebesar 30 persen dalam tiga dekade terakhir. Onrizal kembali menegaskan, peralihan lahan menjadi tambak dan perkebunan sawit menjadi faktor terbesar. Kondisi ini diperparah dengan ketidakseriusan pemerintah dalam menekan laju kerusakan mangrove.
"Jadi ini sumbangan kita terhadap nasional dan juga global paling besar kalau kita lihat dari proporsinya,” ungkap Onrizal.
Kehilangan 100 hektare mangrove, sambungnya, berakibat pada hilangnya lebih kurang 1,2 ton udang. Karena udang memang bergantung pada ekosistem mangrove yang sehat. Maka tidak heran jika harga udang bisa melambung karena jumlahnya memang semakin sedikit populasinya karena perambahan ekosistem.
Hasil riset lainnya menunjukkan jika dua per tiga biota perairan itu hanya bisa dijumpai di hutan mangrove yang baik.
Kerusakan mangrove juga berakibat pada intrusi air laut. Kondisi air tanah di seputar kawasan pesisir akan menjadi asin. Karena mangrove sebagai penyaringnya sudah hilang. Belum lagi soal abrasi di kawasan pesisir. Kondisi daratan akan semakin berkurang dengan berkurangnya mangrove.
Manfaat mangrove juga terlihat betul pada bencana tsunami di Aceh 2004 silam. Sebanyak 96 persen kawasan yang berada pada hutan mangrove yang baik bisa selamat. Sementara, kawasan yang mangrovenya sudah hilang, dampak kerusakannya begitu besar.
Mangrove juga berguna sebagai penyaring karbon yang baik. Hutan mangrove punya kemampuan menyimpan karbon lima kali lipat dari hutan yang ada di daratan. “Ketika orang bicara mitigasi perubahan iklim, maka langkah yang tepat itu adalah bagaimana melestarikan hutan mangrove-nya,” ungkapnya.
Jika konsisten, paling tidak butuh 15 tahun untuk merehabilitasi satu kawasan hutan mangrove menjadi hutan sekunder. Sementara, untuk kembali menjadi hutan primer bisa butuh waktu hingga seratus tahun.
“Saya sampaikan kemudian kalau kita kehilangan mangrove itu yang terjadi adalah pembunuhan secara perlahan terhadap masyarakat pesisir. Kenapa? Karena kehidupan masyarakat nelayan sangat tergantung kepada hutan mangrove. Ikan, udang dan kepiting sangat tergantung dari hutan mangrove. Saya sering sampaikan hilangnya mangrove sesungguhnya adalah perbuatan silent killer. Orang kota bisa makan seafood karena ada mangrove,” tegasnya.