Kasus yang menjerat TDR menjadi sorotan publik dan para pegiat lingkungan. Jika mengacu pada perundang-undangan, perbuatan TDR bisa diganjar dengan Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dia terancam dengan hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta.
Kepala Divisi Sumber Daya Alam (SDA) LBH Medan Muhammad Alinafiah Matondang mengatakan, kasus yang menjerat TOM adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Karena tentunya melibatkan jejaring yang cukup luas. Apalagi satwa yang diperdagangkan merupakan spesies kunci dalam ekosistem dan terancam punah.
“Satu orangutan hilang dalam habitat hilang, dampaknya akan begitu signifikan pada ekosistem kita. Tentunya akan memberikan dampak buruk pada kehidupan manusia,” ujar Ali.
Ali juga mendorong penegak hukum bisa transparan dalam penanganan kasus. Dia juga mendorong polisi mengembangkan kasus itu. Penegak hukum harus berani dan mau membongkar jejaring perdagangan satwa hingga ke akarnya.
“Kita tidak yakin ini hanya dijalankan oleh satu orang. Ini pasti ada pihak lain yang lebih besar,” kata Ali.
Direktur Green Justice Indonesia (GJI) Dana Prima Tarigan memberikan kritik pedas soal penanganan kasus perdagangan Orangutan yang ditangani Polda Sumut. Kata Dana, lambannya penanganan di tingkat kepolisian justru menimbulkan tanda tanya di tengah publik.
“Kasus-kasus perdagangan satwa ini selalu dipantau dan menjadi sorotan. Justru memunculkan indikasi ada ayang dilindungi melihat lambannya proses penanganan. Padahal sudah jelas, semuanya memenuhi syarat. Ada barang bukti, saksi dan pelaku yang langsung tertangkap tangan,” kata Dana, Rabu malam.
Dana mendorong pihak kejaksaan bisa pro aktif menangani kasus ini. Bagi Dana, kasus ini harusnya jadi momentum bagi penegak hukum untuk membongkar seluruh jaringan perdagangan satwa yang terkait.
“Ini yang dinantikan publik dari penegakan hukum kita. Rantai mafianya harus dibongkar secara transparan diungkap ke publik. Saya pikir ini bukan bicara sulit atau tidak. Tapi bergantung pada mau atau tidaknya aparat penegak hukum kita, kepolisian dan kejaksaan untuk membongkarnya,” tukasnya.