Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20250922_164622.jpg
Konflik PT TPL dengan masyarakat adat Sihaporas (dok.istimewa)

Intinya sih...

  • Menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, TPL melakukan tindakan kekerasan yang tidak bisa ditolerir dan meminta pemerintah menutup perusahaan tersebut.

  • Bentrok TPL dengan masyarakat adat sudah terjadi berulang kali, meskipun masyarakat telah menghuni tanah tersebut selama 11 generasi.

  • TPL sebut penanaman di lokasi konflik sudah sesuai dengan rencana kerja yang disetujui pemerintah

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Medan, IDN Times- Bentrok berdarah yang terjadi antara karyawan PT Toba Pulp Lestari dengan masyarakat adat di Sihaporas, Simalungun, Sumatra Utara, Senin (23/9/2025)menambah panjang perseteruan soal lahan di wilayah tersebut. Sebanyak 39 orang terluka. Terdiri dari 33 warga dan 6 karyawan TPL.

Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Tano Batak Jhontoni Tarihoran mengecam keras tindakan brutal berulang yang dilakukan karyawan TPL terhadap Masyarakat Adat Sihaporas. Dia meminta TPL menarik karyawannya dari lokasi konflik.

“Kami mendesak aparat penegak hukum segera menarik mundur karyawan TPL dari wilayah konflik sebelum jatuh lebih banyak korban,” tegas Jhontoni dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/9/2025).

1.Kekerasan berulang terjadi

Warga Sihaporas Unjuk Rasa di Pengadilan Negeri Simalungun (Dok. IDN Times)

Menurutnya, sudah puluhan orang warga terluka akibat tindakan kekerasan yang tidak bisa ditolerir. Dia juga dengan tegas meminta pemerintah menutup TPL. "TPL kembali mengulangi tindakan kekerasannya di Tano Batak. Sudah banyak Masyarakat Adat yang menjadi korban. Ini saatnya pemerintah menutup TPL,” imbuhnya.

Jhontoni mengatakan peristiwa penyerangan ini menambah catatan panjang kekerasan TPL terhadap Masyarakat Adat. Ia mencontohkan kasus Natinggir yang masih hangat dalam ingatan publik ternyata tidak menjadi pelajaran. Kasus penyerangan karyawan TPL terhadap Masyarakat Adat bukan pertama ini terjadi di Tano Batak. Sudah berkali-kali TPL melakukan tindak kekerasan hingga menimbulkan korban luka di pihak masyarakat adat.

2. Bukan pertama kali terjadi

Korban luka akibat bentrok masyatakat adat dengan PT. TPL (dok.Istimewa)

Baru-baru ini, karyawan perusahaan TPL melakukan penanaman eukaliptus disertai penyerangan dan pengerusakan rumah Masyarakat Adat di wilayah adat Dusun Natinggir pada 7 Agustus 2025.

Diketahui bentrok TPL dengan masyarakat adat sudah terjadi berulang kali. Masyarakat tetap bertahan di tanah tersebut karena telah menghuni dan mewarisi tanah leluhur secara turun-temurun selama 11 generasi. Leluhur mereka, Martua Boni Raja atau Ompu Mamontang Laut Ambarita ‘mamukka huta’memulai perkampungan sekitar awal tahun 1800. Masyarakat Sihaporas bukan penggarap. Bukan pendatang dan terdapat tujuh orang pejuang Veteran Kemerdekaan RI (LVRI).

3.Pelarangan penanaman Eukaliptus

Corporate Communication Head PT TPL, Salomo Sitohang (Dok. IDN Times)

Pasca penyerangan, Pemerintah Kabupaten Toba bersama Polres dan TNI meninjau lokasi konflik pada 9 Agustus 2025. Wakil Bupati Toba Audi Murphy Sitorus telah mengeluarkan surat pelarangan penanaman eukaliptus di lokasi konflik. Polres Toba juga sudah menjamin bahwa aktivitas penanaman TPL dihentikan.

Pada Jumat, 15 Agustus 2025 sekitar pukul 08.00 Wib, sebanyak 15 unit truk mengangkut karyawan dengan pengawalan ketat security TPL kembali memasuki wilayah adat Natinggir untuk melakukan penanaman pohon eukaliptus diserta pengrusakan di lahan Masyarakat Adat.

Sementara TPL bantah karyawannya melakukan penyerangan. Menurutnya pemicu dari masyarakat sendiri. Hal itu dikatakan Salomo Sitohang selaku Manager Corporate Communication TPL. Menurtnya warga Sihaporas melempari pekerja serta kendaraan perusahaan menggunakan batu. Ia juga menyebut warga memblokade jalan dengan kayu dan membakar mobil operasional. Total ada 6 karyawan terluka.

"Sekelompok orang menghadang dan melakukan pelemparan batu yang mengakibatkan enam orang mengalami luka-luka, yaitu Rocky Tarihoran selaku karyawan Humas, 3 orang petugas keamanan bernama Saut Ronal, Edy Rahman, dan Markus, serta seorang anggota mitra bernama Nurmaini Situmeang", kata Salomo Sitohang melalui saluran telepon.

Seluruh korban luka disebutnya telah dibawa ke RSUD Parapat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Ia mengatakan PT. TPL telah melaporkan peristiwa ini kepada pihak berwenang untuk segera ditangani. Soal penanaman eukaliptus tersebut menurutnya sudah disetujui peerintah.

"Saat ini, TPL melaksanakan kegiatan penanaman, perawatan, dan pemanenan di areal konsesi sesuai dengan Rencana Kerja Umum (RKU) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disetujui oleh pemerintah. Seluruh aktivitas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku pabrik dengan melibatkan masyarakat lokal, khususnya warga Desa Sipolha dan Sihaporas," pungkasnya.

Editorial Team