Ilustrasi kekerasan seksual
Tim Balai Syura Ureung Inong Aceh mewawancarai 82 orang yang terdiri dari 55 perempuan dan 27 laki-laki. Para narasumber mulai dari keluarga maupun korban, aparat penegak hukum, pemberi layanan, dan aparat penegak hukum (APH).
Hasil kajian yang dilakukan mulai Juni 2023 sampai Januari 2024 tersebut, diketahui bahwa masih banyak narasumber khususnya aparat penegak hukum belum memahami materi hukum dan kebijakan yang terkait penanganan kasus kekerasan seksual.
“Pemantauan menemukan masih banyak narasumber dari unsur aparat penegak hukum, petugas layanan, dan aparatur gampong yang belum mendapatkan kesempatan dalam peningkatakan pemahaman,” kata Suraiya Kamaruzzaman.
Dari unsur Wilayatul Hisbah (WH), hanya dua orang pernah mendapatkan kesempatan ikut kegiatan pembinaan terkait Qanun Jinayat dilakukan Dinas Syariat Islam, selebihnya tidak pernah. Bahkan tidak satupun mendapatkan informasi terkait dengan UU TPKS.
Sementara personel kepolisian, rata-rata telah mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas terkait dengan hukum jinayat yang dilaksanakan Dinas Syariat Islam atau Polda Aceh. Namun hanya satu orang ikut sosialisasi UU TPKS dilakukan oleh Mabes Polri.
Malah sebagian besar personel tidak mengetahui keberadaan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1292/VI/RES/124/2022 tentang penyidikan kasus kekerasan seksual dengan UU TPKS yang ditujukan kepada kapolda.
Dari unsur jaksa menyatakan telah mengikuti kegiatan peningkatan kapasitas terkait Qanun Jinayat oleh Dinas Syariat Islam. Kejaksaan lebih fokus pada pelatihan berkaitan isu hukum dan kebijakan secara nasional, tapi baru dua orang jaksa yang mengatakan telah ikut dalam sosialisasi UU TPKS dilakukan Kejaksaan Agung pada 2023.
“Selain itu, diskusi tentang UU TPKS juga berlangsung dalam grup internal untuk mengenali lebih lanjut pengaturan dalam UU TPKS,” jelas Suraiya.
Kemudian dari unsur hakim Mahkamah Syar'iyah disebut telah mendapatkan kesempatan terlibat dalam kegiatan peningkatan kapasitas terkait dengan jinayat. Peningkatan kapasitas ini dilakukan Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Syariah Aceh dan Dinas Syariat Islam.
Lalu, petugas pendamping UPTD PPA/P2TP2A dan paralegal komunitas tidak semua mendapatkan kesempatan terlibat dalam kegiatan peningkatan kapasitas terkait jinayat. Mereka kebanyakan belajar otodidak untuk memahami qanun tersebut karena tuntutan pekerjaan saat penanganan kasus.
Terakhir, petugas rumah aman atau sementara milik pemerintah maupun paralegal dikatakan pernah ikut dalam kegiatan peningkatan kapasitas untuk mendukung peran dan tugas seperti penanganan dan pendampingan korban.
“Termasuk hukum dan kebijakan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta kesejahteraan dan merawat lansia, pembinaan fisik dan mental,” kata Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh.
Kegiatan dimaksud diselenggarakan oleh pemerintah di masing-masing daerah mulai dari DP3A, BPPKS, Dinsos Aceh, Dinsos Aceh Utara, P2TP2A Bener Meriah, dan DPMG Aceh Barat Daya.