Ilustrasi banjir. IDN Times/Riyanto.
Hingga kini Fikri belum menerima kabar pasti dari keluarganya. Seluruh akses komunikasi terputus, termasuk dengan BPBD, relawan, dan teman-temannya di Tukka dan Sibolga.
“Harapannya ya dapat informasi lah Bang dari Basarnas atau apa mengenai keadaan orang tua di sana. Sudah dapat tempat pengungsian yang layak atau tidak,” katanya.
Ia juga mendapat kabar bahwa petugas BPBD Sumut baru berangkat sekitar pukul 13.00 WIB, namun perjalanan mereka terhambat longsor dan buruknya sinyal telepon. “Semua terputus kayaknya komunikasimya,” ungkapnya.
Bencana banjir dan longsor dilaporkan terjadi di beberapa daerah. Rentetan bencana terdiri dari 12 tanah longsor, 7 banjir, dan 1 pohon tumbang, meliputi Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Sibolga, dan Nias. Total 19 orang menjadi korban.
Rincian korban antara lain; 10 warga meninggal dunia, 3 luka-luka dan enam orang masih dalam pencarian. Sekitar 2.393 kepala keluarga terdampak kerusakan rumah dan 445 warga harus mengungsi. Sejumlah akses jalan utama juga terputus akibat material longsor.
Laporan Mabes Polri menyebut, di Tapanuli Tengah, tanah longsor pada pukul 07.00 WIB mengakibatkan 4 warga meninggal dan merusak satu rumah. Kemudian banjir yang terjadi sepanjang 17–22 November berdampak pada 1.902 KK serta memaksa 45 warga mengungsi.
Di Mandailing Natal, longsor menutup Jembatan Aek Inumon II, sementara banjir di Muara Batang Gadis membuat 400 warga mengungsi dan merendam 470 rumah.
Di Tapanuli Selatan, insiden pohon tumbang menewaskan 1 warga dan melukai 1 orang lainnya. Tapanuli Utara mengalami 3 titik longsor yang mengakibatkan 1 warga luka-luka, merusak 2 rumah, serta menutup badan jalan.
Kota Sibolga menjadi wilayah dengan dampak paling besar, dengan 6 kejadian longsor yang mengakibatkan 5 warga meninggal, 3 luka-luka, serta 4 warga masih dalam pencarian, dan merusak 17 rumah. Di Nias, longsor juga menutup akses jalan utama di Desa Hiligodu, Gunungsitoli.