Kondisi saat banjir bandang di Parapat (dok.istimewa)
Melihat bencana ini sebagai suatu masalah yang serius, Hengky mewakili organisasi masyarakat AMAN Tano Batak, KSPPM, dan Auriga Nusantara, memandang bahwa kerusakan hutan menjadi faktor utama datangnya banjir bandang.
"Berdasarkan analisis spasial dan penelitian di lapangan, ditemukan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir telah terjadi pembukaan hutan yang signifikan di 5 kecamatan sekitar Parapat, yaitu Girsang Sipangan Bolon, Dolok Panribuan, Pematang Sidamanik, Hatoguan, dan Jorlang Hataran. 5 kecamatan merupakan landskap satu daerah aliran Sungai Bolon Simalungun," ujar Hengky selaku pengurus AMAN Tano Batak, Rabu (19/3/2025).
Dari hasil investigasi yang mereka himpun, pada tahun 2000 luas hutan alam di wilayah tersebut masih 10.348 hektar. Namun, angka ini terus menyusut hingga tersisa hanya 3.614 hektar pada tahun 2023.
"Periode dengan kehilangan hutan terbesar terjadi pada tahun 2005 sampai 2010, di mana 2.779 hektar hutan hilang. Sementara itu, dalam periode 2010 sampai 2025, kembali terjadi pengurangan tutupan hutan sebesar 2.366 hektar," beber Hengky.
Jika diakumulasi, dari tahun 2000 hingga 2022, kawasan ini telah kehilangan hutan alam seluas 6.148 hektar. Bagi Hengky dan organisasi masyarakat, perubahan ini sangat berpengaruh terhadap daya tampung air hujan dan stabilitas tanah, yang akhirnya berkontribusi terhadap bencana banjir dan longsor.
"Pada periode yang sama terjadi peningkatan kebun kayu eukaliptus seluas 6.503 hektar. Analisis ini membuktikan bahwa perubahan tutupan hutan di wilayah 5 kecamatan terjadi dan sebagian besarnya berubah menjadi eukaliptus," klaimnya.