Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Aktivis Kota Medan gelar diskusi di LBH Medan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Medan, IDN Times - Gelombang kritik terhadap pengesahan UU TNI sampai saat ini masih terjadi. Sebab, bagi sejumlah masyarakat khususnya di Kota Medan, peraturan tersebut sedikit banyaknya dianggap membuat wewenang TNI semakin meluas. 

Tak hanya UU TNI, gelombang kritik juga dialamatkan pada RUU Polri, RUU Kejaksaan, hingga RKUHAP. LBH Medan dan sejumlah aktivis menganggap bahwa peraturan-peraturan itu semakin mengikis hak-hak masyarakat sipil.

1. Gelombang kritik masih konsisten dialamatkan oleh aktivis kepada RUU TNI

Diskusi bahas RUU TNI, RUU Polri, RKUHAP, dan RUU Kejaksaan di LBH Medan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Mewakili LBH Medan, Sofyan Gajah, lewat sebuah diskusi dengan aktivis Kota Medan, masih konsisten menunjukkan perlawanannya kepada RUU TNI. Tak hanya itu, ia juga menyoroti sejumlah pasal yang dianggap kontroversi.

"RUU TNI kita lihat tanpa melalui proses publik yang jelas. Dari RUU tersebut ada beberapa poin pasal yang kontroversi, seperti pasal 3, 7, 8, 9,10, dan 53," ungkap Sofyan, Selasa (15/4/2025).

Bagi masyarakat sipil, wacana kembalinya dwifungsi TNI disebut Sofyan merupakan suatu sugesti yang cukup menakutkan. Yang awalnya ada 5 tugas sipil yang dapat diduduki TNI, kini melalui peraturan terbaru sudah menjadi 16 posisi.

"Kita harus berkaca dari sejarah, dan Indonesia ada trauma atau masa kelam dengan militer. Mulai dari orde lama, orde baru, hingga reformasi, tak lepas dari darah mengalir. Bahkan banyak pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan. RUU TNI ancaman bagi masyarakat sipil dalam menjalani hak-haknya," sebutnya.

2. Terdapat pasal kontroversial soal double jabatan di RUU Kejaksaan

Editorial Team

Tonton lebih seru di