Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong dan Hasto Diduga Sarat Politis

antarafoto-sidang-lanjutan-tom-lembong-1751278776.jpg
Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong (ANTARA FOTO/Fauzan)

Medan IDN Times - Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberi abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto beserta 1.116 narapidana lain memantik perdebatan publik. Meski abolisi dan amnesti adalah hak prerogatif presiden berdasarkan Pasal 14 UUD 1945, keputusan tersebut dianggap berisiko melemahkan semangat pemberantasan korupsi jika tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan IM57+ Institute mengkritisi keras langkah ini. Mereka menilai, pemberian abolisi dan amnesti terhadap dua tokoh yang belum terbukti bersalah secara hukum justru mengaburkan proses penegakan hukum dan membuka ruang intervensi politik.

1. Pemberian abolisi dan amnesti belum memiliki standar yang jelas

WhatsApp Image 2025-07-04 at 14.59.31.jpeg
Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong (IDN Times/Aryodamar)

Meski dijamin dalam konstitusi, mekanisme teknis pemberian abolisi dan amnesti belum diatur secara rinci dalam perundang-undangan. Hal ini membuat keputusan presiden menjadi rawan dilakukan secara subjektif atau politis.

“Ketentuan tersebut perlu diperjelas dengan pengaturan dalam undang-undang. Kewenangan ini seharusnya tidak dilakukan secara sembarangan dan memperhatikan dampak yang lebih besar,” ujar Staf Divisi Korupsi Politik ICW, Yassar Aulia dalam keterangan resmi koalisi, Jumat (1/8/2025).

Selain Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebutkan bahwa dari 44.000 napi, terdapat 1.116 orang yang memenuhi syarat mendapatkan amnesti berdasarkan hasil verifikasi.

“Mekanisme dan metode verifikasi tersebut perlu dibuka agar pemberiannya tidak kontraproduktif dengan tujuan penegakan hukum sendiri, terutama pemberantasan korupsi,” kata Yassar.

 

2. Diniai sarat intervensi politik terhadap kasus hukum belum inkracht

WhatsApp Image 2025-07-25 at 14.21.18.jpeg
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan istrinya, Maria Stefani Ekowati (IDN Times/Aryodamar)

ICW dan koalisi menyayangkan langkah Prabowo memberi abolisi dan amnesti pada kasus yang belum memiliki kekuatan hukum tetap. Menurut mereka, hal ini berpotensi menjadi bentuk intervensi terhadap lembaga yudikatif dan merusak prinsip checks and balances.

“Intervensi lembaga eksekutif terhadap lembaga yudikatif mengganggu independensi peradilan. Intervensi tersebut juga berdampak negatif terhadap pengungkapan kasus yang belum final terbukti di persidangan. Padahal, pembuktian dalam persidangan diperlukan untuk melihat terbukti atau tidaknya perbuatan terdakwa,” ungkapnya.

Selain fungsi penegakan hukum, adanya putusan tindak pidana korupsi dapat dijadikan dasar perbaikan legislasi, sistem, kebijakan, dan tata kelola pemerintahan ke depan. Sehingga, kata Yassar, sangat penting untuk mengetahui titik lemah suatu sistem yang biasanya dapat terungkap dari proses pembuktian sebuah kasus di persidangan. Jika sebuah kasus ‘ditutup’begitu saja melalui amnesti dan abolisi seperti ini, maka proses persidangan akan dianggap hilang dan tidak pernah ada.

Sekalipun terdapat narasi dan kritik besar terhadap penegakan hukum yang tengah berlangsung, bentuk intervensi penegakan hukum tetap tidak dapat dibenarkan. Terlebih, terdakwa masih dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum lanjutan di pengadilan (banding, kasasi, dan peninjauan kembali). “Upaya hukum lanjutan tersebut perlu dilihat sebagai ruang atau mekanisme koreksi apabila terdapat putusan hakim yang dirasa tidak adil. Penegak hukum yang janggal menangani perkara juga dapat dilaporkan melanggar Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim,” katanya.

3. Dikhawatirkan menjadi strategi baru koruptor cari impunitas

WhatsApp Image 2025-07-25 at 14.32.56 (1).jpeg
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Dok.PDIP)

Dengan tidak adanya pembuktian bersalah atau tidaknya di pengadilan, ICW menilai langkah ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang menghadapi kasus korupsi. “Amnesti dan abolisi dapat menjadi strategi atau upaya baru bagi koruptor ke depannya untuk memperkuat impunitas,” tulis mereka.

Sentimen politisasi kasus bisa saja dimanfaatkan untuk meraih simpati publik dan menekan pemerintah agar memberi pengampunan hukum, meskipun belum terbukti secara sah bersalah atau tidak.

Khusus amnesti terhadap Hasto Kristiyanto, ICW mencatat bahwa hal itu diberikan bersamaan dengan kegiatan kongres PDI Perjuangan dan pernyataan dukungan partai kepada pemerintahan Prabowo. Ini menimbulkan dugaan adanya barter politik.

“Pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP dilatarbelakangi motif politik yang kuat. Presiden seakan menggunakan hak prerogatif konstitusional menjadi sekadar alat banal untuk turut campur agenda internal sebuah partai politik,” pungkasnya.  

Koalisi mendesak, Presiden Prawbowo tidak mempolitisir proses hukum, menjamin independensi aparat hingga Menyusun undang-undang teknis yang menjabarkan kriteria pemberian amnesti dan abolisi secara substantif.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us