7 Fakta Unik Bandara Pinangsori Sibolga, Bikin Bingung Traveler

- Bandara Pinangsori memiliki 3 nama, yaitu Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing, Bandara Pinangsori, dan Bandara Sibolga.
- Bandara ini menawarkan pemandangan Samudera Hindia yang spektakuler dan berperan sebagai 'jembatan udara' vital ke pulau terpencil.
- Bandara ini memiliki landasan pacu panjang tapi tidak dapat didarati pesawat Boeing, juga menyimpan harta karun lokal seperti Pasar Sabtu kuliner 'Sombom'.
Sebagai orang Sumut, pernah kah kamu dengar di Sibolga ada bandara? Atau kamu justru sudah pernah merasakan sensasi mendarat di bandara tersebut, sambil disambut langsung oleh birunya Samudera Hindia? Di pesisir barat Sumatera Utara, ada sebuah gerbang udara yang menyimpan banyak cerita. Ini bukan sekadar landasan pacu. Ini sebuah bangunan dengan fakta unik, potensi besar, dan dilema yang menarik.
Bandara ini berfungsi sebagai pintu masuk ke Sibolga dan Tapanuli Tengah. Nama resminya adalah Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing, namun ia lebih sering disebut Bandara Pinangsori atau Bandara Sibolga.
Bingung kan? Sabar, tidak perlu bingung. Dari kebingungan itu artikel ini akan memandu kamu menjadi penyelam kolam fakta, untuk mencari tahu penyebab namanya yang membingungkan hingga perannya sebagai jembatan udara rahasia ke pulau eksotis. Yuk, bersama IDN Times mari kita selami tujuh fakta mengejutkan yang akan mengubah caramu memandang bandara ini.
1. Krisis Identitas 3 nama, jadi sebenarnya namanya apa?

Keunikan pertama datang dari namanya. Secara resmi, bandara ini memiliki nama besar seorang pahlawan nasional, Bandar Udara Dr. Ferdinand Lumban Tobing. Nama ini bentuk penghormatan daerah. Namun, lokasinya berada di Kecamatan Pinangsori. Karena itulah masyarakat dan peta lebih sering menyebutnya Bandara Pinangsori. Sampai di sini, semuanya masih terdengar wajar.
Kerumitan baru muncul pada level populer. Di dunia pariwisata dan sistem tiket online, nama "Bandara Sibolga" justru paling sering digunakan. Ini adalah sebuah anomali. Kota Sibolga sendiri masih berjarak sekitar satu jam perjalanan darat dari lokasi bandara. Penggunaan nama "Sibolga" ini bisa dibilang sebuah jalan pintas pemasaran yang efektif, namun secara tidak langsung mengaburkan identitas asli dan nama pahlawan yang disandangnya.
Dilema tiga nama ini bukan sekedar trivia. Ini cerminan dari tantangan branding yang nyata. Di satu sisi, nama "Sibolga" membantu bandara lebih mudah dikenali secara nasional. Di sisi lain, hal ini berisiko meminggirkan promosi pariwisata di Kabupaten Tapanuli Tengah, tempat bandara ini sebenarnya beroperasi. Wisatawan yang mendarat bisa jadi langsung fokus ke Sibolga, tanpa tahu ada pesona lain di sekitar Pinangsori yang menanti untuk ditemukan.
2. Mendarat dengan suguhan pemandangan Samudera Hindia

Lupakan sejenak atap rumah atau hamparan beton. Bandara FL Tobing menawarkan sebuah kemewahan visual yang langka. Lokasinya sangat dekat dengan garis pantai. Hasilnya, kamu akan disuguhi pemandangan spektakuler Samudera Hindia yang membentang luas tepat dari jendela pesawat. Momen ini menjadi ucapan selamat datang yang tak terlupakan bagi siapa pun yang berkunjung.
Pemandangan ini bukan sekadar bonus. Ini aset pengalaman yang sangat berharga. Bagi para pelancong, visual pendaratan yang dramatis dengan latar biru laut dan deburan ombak ini membangun suasana liburan, seolah petualangan bahari sudah dimulai bahkan sebelum kakimu resmi menginjak daratan. Pengalaman ini sangat otentik dan sulit ditiru oleh bandara lain, salah satu yang mirip adalah Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar.
Jika dikemas dengan baik, keunikan geografis ini bisa jadi alat pemasaran yang sangat kuat. Bayangkan sebuah kampanye pariwisata yang menjual "pengalaman mendarat di tepi samudera". Hal ini dapat menjadi pembeda utama Bandara FL Tobing dari kompetitornya, menarik minat para pelancong yang mencari koneksi mendalam dengan alam sejak detik pertama mereka tiba.
3. Bukan sekadar rute komersial, tapi 'jembatan udara' vital ke pulau terpencil

Bandara ini melayani rute komersial biasa ke Medan. Maskapai seperti Wings Air dan Citilink beroperasi di sini. Namun di balik itu, Bandara FL Tobing memegang peran krusial yang jarang diketahui publik. Bandara ini berfungsi sebagai pangkalan utama untuk penerbangan perintis bersubsidi yang dioperasikan oleh Susi Air. Peran ini vital bagi kehidupan masyarakat.
Penerbangan perintis adalah urat nadi konektivitas. Layanan ini menghubungkan pulau-pulau terluar yang sulit dijangkau transportasi lain. Rute menuju Lasondre di Kepulauan Batu dan Pulau Telo di Nias Selatan menjadi jalur kehidupan yang tak ternilai. Berkat penerbangan inilah akses kesehatan, pendidikan, dan logistik bagi masyarakat daerah terisolasi menjadi lebih terbuka.
Dari sudut pandang pariwisata, peran ini membuka sebuah potensi baru. Bandara FL Tobing menjadi gerbang strategis bagi wisatawan petualang yang ingin menjelajahi keindahan Nias Selatan atau Kepulauan Batu. Inilah keunikannya. Bandara ini berfungsi ganda, sebagai penyedia layanan publik sekaligus pintu masuk ke surga tersembunyi, menjadikannya salah satu fasilitas paling berdampak di kawasan ini.
4. Landasan pacu panjang, tapi 'gagal' didarati pesawat boeing

Inilah sebuah paradoks infrastruktur yang menarik. Bandara FL Tobing, punya landasan pacu sepanjang 2.260 meter. Secara teori, panjang ini sudah lebih dari cukup. Pesawat jet berbadan sedang seperti Boeing 737 seharusnya bisa mendarat di sini. Kemampuan ini bisa menjadi kunci untuk membuka rute-rute penerbangan dari kota besar di Indonesia.
Namun, ambisi itu tertahan oleh satu kendala teknis. Kekuatan perkerasan landasan dinilai belum cukup. Dalam sebuah pernyataan, Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) FL Tobing, Capt. M. Kurniawan, mengonfirmasi bahwa ketebalan aspal landasan pacu (dikenal dengan istilah Pavement Classification Number atau PCN) dinilai masih belum cukup kuat untuk menahan beban pesawat sekelas Boeing secara reguler. Ibaratnya, bandara ini sudah punya jalan yang sangat panjang, tetapi lapisan aspalnya masih terlalu tipis untuk dilewati kendaraan berat.
Akibatnya, operasional bandara saat ini terbatas. Hanya pesawat jenis ATR yang menggunakan baling-baling saja yang bisa beroperasi. Kesenjangan antara panjang dan kekuatan landasan ini menjadi penghambat utama bagi pertumbuhan konektivitas kawasan. Inilah alasan mengapa impian pemerintah daerah untuk membuka kembali rute langsung dari Jakarta masih menjadi sebuah perjuangan.
5. Menyimpan harta karun lokal, Pasar Sabtu kuliner 'Sombom'

Pesona sebuah destinasi sering kali ada pada denyut kehidupan lokalnya. Di luar terminal, Kecamatan Pinangsori menyimpan keunikan yang otentik. Salah satunya adalah Pasar Pinangsori. Pasar tradisional ini sangat unik karena hanya buka satu kali seminggu, yaitu pada hari Sabtu. Ini adalah jendela langka untuk melihat ritme sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Membahas daerah tak lengkap tanpa kulinernya. Pinangsori punya hidangan khas bernama "Sombom". Kamu wajib mencobanya. Hidangan ini adalah cerminan kekayaan laut lokal. "Sombom" adalah ikan tongkol segar yang dipanggang di atas bara, lalu disajikan dengan sambal kecap sederhana yang terdiri dari irisan cabai rawit, bawang merah, dan kecap manis.
Kekuatan "Sombom" terletak pada kesederhanaan bumbunya, yang justru berhasil menonjolkan kesegaran ikan. Potensi kuliner ini, ditambah dengan keunikan pasar mingguan dan keragaman penduduknya, adalah harta karun yang bisa dikemas menjadi produk wisata budaya. Ini menawarkan pengalaman yang lebih mendalam bagi wisatawan yang ingin merasakan jiwa sebuah tempat.
6. Gerbang wisata populer, turis asingnya minim

Secara geografis, bandara ini sangat strategis. Jadi akses masuk pantai eksotis, hingga situs sejarah Sibolga Tapanuli Tengah. Dengan akses yang mudah, logikanya kawasan ini seharusnya ramai dikunjungi wisatawan, termasuk dari mancanegara. Sayangnya, data resmi menunjukkan cerita yang berbeda.
Merujuk pada data dari Dinas Pariwisata Tapanuli Tengah tahun 2024 menunjukkan jurang lebar antara potensi dan realita. Dari total hampir 440.000 kunjungan wisatawan, hanya 42 orang yang merupakan turis asing. Ya, kamu tidak salah baca. Angka ini setara dengan 0,01% dari total kunjungan. Ini bukti bahwa keberadaan bandara belum berhasil menarik pasar internasional.
Fakta ini diperkuat dengan minimnya kontribusi pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya sekitar 2-3%. Dominasi absolut wisatawan domestik menunjukkan bahwa seluruh ekosistem pariwisata di kawasan ini dari produk hingga pemasarannya masih sepenuhnya berorientasi pada pasar dalam negeri. Ini adalah sebuah ironi, sekaligus sebuah peluang besar yang menanti untuk digarap.
7. Namanya diambil dari pahlawan sipil

Setiap nama pahlawan di fasilitas publik membawa pesan. Nama Dr. Ferdinand Lumban Tobing dipilih untuk menghormati sosok pahlawan nasional dari tanah Tapanuli. Yang membuat pilihan ini unik adalah latar belakang beliau. Dr. F.L. Tobing bukanlah seorang jenderal militer atau tokoh revolusi bersenjata.
Beliau adalah seorang dokter lulusan STOVIA di Batavia. Sejak muda, ia sudah aktif di pergerakan kebangsaan melalui organisasi Jong Batak. Perjuangannya lebih banyak di jalur intelektual, kesehatan, dan pemerintahan. Salah satu momen heroiknya adalah ketika ia menjadi target pembunuhan tentara Jepang karena perannya sebagai dokter yang melindungi para pekerja paksa (Romusha).
Pemilihan nama seorang pahlawan sipil secara halus membingkai tujuan bandara ini. Misi utamanya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik. Penamaan ini seolah memberi jiwa pada bandara, ia dibangun bukan untuk unjuk kekuatan, melainkan sebagai alat kesejahteraan bagi masyarakat.
Bandara Pinangsori adalah cerminan dari pesisir barat Sumatera Utara itu sendiri. Indah, penuh potensi, sarat budaya, namun masih menyimpan banyak ruang untuk dikembangkan. Jadi, saat kamu mendengar nama 'Bandara Sibolga', ingatlah bahwa ada cerita yang jauh lebih dalam dan misteri di baliknya. Ayo coba minimal sekali, merasakan kehangatan aspal landasan pacu Bandara Sibolga, Bandara Pinang Sori, Bandara FL. Lumbantobing. Sampai ketemu di Tapanuli Tengah.