Perjuangan nelayan tradisional melawan pukat trawl di Tanjung Balai (IDN Times/Indah Permata Sari)
Di lain pihak, Dahli Sirait seorang pengusaha lokal, lebih detail, mengatakan yang juga menjadi musuh nelayan tradisional di Tanjung Balai adalah kapal pukat mini trawl.
Pukat mini ini biasanya beraktivitas di wilayah nelayan tradisional. Cara kerjanya, kapal menarik pukat yang ditebar ke laut. Ini menjadi fakta tambahan bahwa, nelayan tradisional terus melakukan perjuangan demi kelangsungan hidupnya.
“Masalahnya, pukatnya itu menjaring semua jenis hasil laut. Mulai udang, cumi, dan lainnya. Gambaran pukat mini ini, pakai tali ris untuk membuka kantong jaring, terus berpapan. Itu salah satu ciri-cirinya,” ujar Dahli.
“Intinya, kapal trawl ini posisinya aktif menarik jaring. Sementara kalau kapal nelayan tradisional pasif, artinya jaring ditebar dan mengikut arus. Kalau jumlah pukat mini trawl di sini ada ribuan lah,” tambahnya.
Ia menyampaikan yang menjadi catatan bahwa nelayan pukat mini trawl itu rata-rata datang dari Asahan. Dulu, mereka datang dari Asahan dan menjual hasil tangkapan di Tanjung Balai. Kini, mereka menangkap dan menjual di Tanjung Balai.
Alasan nelayan ingin bekerja di kapal pukat mini karena dapat melaut kapan saja. Sehingga pendapatan yang didapat, sekitar Rp200 ribu per harinya, lebih stabil. Sedangkan nelayan tradisional tidak tentu karena bergantung pada kondisi laut.
Selain itu, jenis pukat mini dapat diatur sesuai dengan keinginan nelayan ingin menangkap apa.
Semisal, harga udang lagi mahal, pukatnya diatur untuk menangkap udang, dan begitu juga dengan yang lain.