Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Rahasia Gaib Pacu Jalur, Tradisi di Balik Tren Aura Farming

Festival Pacu Jalur Taluk Kuantan 2022 (Dok. Kememparekraf RI)

Istilah 'Aura Farming' viral di media sosial. Fenomena ini sukses menyedot perhatian publik pada sebuah tradisi unik bernama Pacu Jalur. Gerakan ritmis penuh energi di ujung perahu kayu yang melesat cepat, ditambah cat warna-warni dan puluhan pendayung yang kompak, memang menciptakan kesan megah pada tradisi dari Kuantan Singingi (Kuansing), Riau ini.

Namun, apakah kemenangan hanya soal kekuatan otot? Masyarakat lokal punya jawaban lain. Namun, di balik kemeriahan visualnya, Pacu Jalur menyimpan dimensi spiritual yang kental, sebuah arena pertaruhan harga diri yang tak bisa diukur dengan kekuatan fisik semata. Ada faktor tak kasat mata yang bermain.

Artikel ini akan mengungkap lima rahasia gaibnya. IDN Times akan membahas bagaimana sebuah perahu dianggap "hidup", peran sentral sang pawang, hingga duel spiritual yang diyakini menjadi penentu kemenangan. Jadi, jika sudah penasaran, siapkan kopi dan snack mu, mari kita selami tradisi unik ini lebih dalam.

1. Perahu Bukan Benda Mati, Ia Hidup dan Punya Nama.

Cuplikan 'Jalur' Sebutan untuk perahu yang dipakai dalam festival pacu jalur(tiktok.com/kunsigayo)

Bagi masyarakat Kuansing, perahu untuk perlombaan ini bukanlah sekadar benda mati. Perahu yang disebut jalur itu adalah entitas hidup yang sakral. Ia diyakini memiliki jiwa. Kepercayaan ini berakar kuat dari keyakinan bahwa pohon kayu pilihan yang menjadi bahan bakunya, terutama yang berusia ratusan tahun, memiliki roh penjaga yang disebut mambang.

Karena itulah, proses pembuatannya sarat akan ritual. Sebuah tim tidak hanya mencari pohon kayu raksasa, tetapi juga mencari pohon yang dianggap "berisi" atau punya mambang yang kuat. Uniknya, hanya orang dengan keahlian khusus atau pawang yang dipercaya bisa mendeteksi "bobot magis" pohon tersebut sebelum ditebang melalui sebuah ritual sakral bernama semah.

Maka bagi para peserta, jalur adalah rekan seperjuangan yang wajib dihormati. Mereka percaya, menjaga "perasaan" sang jalur sama pentingnya dengan melatih kekuatan fisik demi meraih kemenangan.

2. Sang "Mage" Gaib: Peran Vital Seorang Pawang Jalur

cuplikan Pawang Pacu Jalur sedang melaksanakan ritual(tiktok.com/pmb_riaukepri)

Selain perahunya, figur sentral dalam Pacu Jalur adalah sang pawang. Banyak yang percaya, tanpa didampingi pawang andalan yang bertindak sebagai nahkoda spiritual, sebuah tim akan sulit meraih kemenangan.

Di sinilah letak peran gaib mereka. Tugas utama pawang ada dua, melindungi jalur nya dari "serangan" gaib lawan yang bisa membuatnya terasa berat, dan sebaliknya, melakukan mamompan atau melemahkan jalur musuh secara magis. Mereka juga yang menentukan hari baik untuk memulai pembuatan jalur hingga waktu terbaik untuk turun ke sungai. Semuanya penuh perhitungan.

Peran seorang pawang memang tak terlihat mata. Ia tidak ikut mendayung. Namun, pengaruhnya dipercaya terasa di setiap jengkal pergerakan perahu, menjadikannya arsitek spiritual di balik setiap potensi kemenangan atau kekalahan sebuah tim.

3. "Faktor X" dan Pertarungan di Alam Tak Kasat Mata

cuplikan perahu pacu jalur berpacu dan saling menyusul (tiktok.com/fotoan.nurang)

Pernah melihat tim unggulan tiba-tiba kalah? Atau jalur yang memimpin mendadak melambat tanpa sebab? Bagi masyarakat lokal, fenomena ini bukanlah kebetulan. Ini adalah "Faktor X", sebuah cara unik untuk menjelaskan anomali dalam perlombaan yang tidak bisa dijelaskan oleh logika fisik.

Masyarakat percaya perlombaan yang sesungguhnya terjadi di alam lain. Kemenangan atau kekalahan yang terlihat oleh mata hanyalah hasil akhir dari "duel" spiritual antar pawang yang sudah terjadi lebih dulu. Keyakinan ini diperkuat dengan pemberian nama-nama sangar pada perahu seperti "Langkah Siluman Buayo Danau". Nama itu bukan sekadar label, melainkan doa sekaligus mantra untuk memanggil kekuatan gaib.

Kepercayaan pada duel gaib ini menunjukkan cara pandang masyarakat yang kompleks. Mereka melihat kompetisi tidak hanya sebagai ajang adu tenaga manusia. Bagi mereka, ini adalah pertarungan yang juga melibatkan kehendak alam, kekuatan leluhur, dan restu dari dunia lain.

4. Perpaduan Unik Kepercayaan: Saat Islam Bertemu Animisme

cuplikan pawang Pacu Jalur sedang melaksanakan ritual (tiktok.com/Lensa Rams)

Salah satu aspek paling menarik adalah perpaduan harmonis antara kepercayaan animisme lokal dengan ajaran Islam. Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana hal tersebut mungkin terjadi? Jawabannya ada pada sinkretisme, sebuah proses akulturasi keyakinan.

Jejak Islam terlihat jelas pada sejarahnya. Dulu, pacu jalur sering diadakan untuk merayakan Idulfitri. Sinkretisme paling kentara ada pada praktik si pawang, di mana sebelum merapal mantra-mantra kuno, seorang pawang biasanya akan memulai ritual dengan berdoa terlebih dahulu kepada Allah SWT.

Perpaduan inilah yang membuat banyak masyarakat merasa praktik ini tidak menyimpang. Ada sebuah keyakinan mendasar, mereka percaya semua kekuatan pada akhirnya tetap bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, sementara ritual dan mantra kuno hanyalah perantara atau kearifan lokal warisan leluhur yang wajib dihargai.

5. Bertahan di Arus Modernitas

cuplikan proses stel air dari isian jalur, salah satu cara unik masyarakat Kuansing cek beban diatas air (tiktok.com/pacu.jalur.story)

Di zaman modern, apakah kepercayaan seperti ini masih relevan? Jawabannya, masih, dan cukup kuat. Kebanggaan komunal dan gengsi antar desa menjadi bahan bakar utama yang membuat peran pawang dan ritualnya tetap dijaga sebagai bagian dari keaslian budaya, terlebih setelah Pacu Jalur menjadi acara pariwisata nasional.

Tentu, ini bukan tanpa tantangan. Ada sebagian kalangan yang menganggap praktik ini syirik. Ada pula upaya dari pemerintah untuk lebih menonjolkan sisi olahraganya agar lebih mudah diterima oleh khalayak yang lebih luas. Apapun bentuknya, cara menghargai tradisi turun temurun masyarakat daerah, salah satunya adalah dengan menghargai originalitas itu sendiri.

Dibalik tarian ‘Aura Farming’ yang enerjik, Pacu Jalur membuktikan dirinya lebih dari sekadar adu cepat. Ini adalah sebuah panggung besar tempat dunia fisik dan spiritual bertabrakan. Unsur gaib yang telah kita bahas bukanlah takhayul atau bumbu cerita. Ia adalah jiwa dari tradisi tersebut, sebuah "cerminan cara" bagaimana masyarakat memaknai kompetisi, alam, dan kekuatan tak kasat mata yang hingga kini terus membentuk identitas mereka.

Pada akhirnya, Pacu Jalur adalah sebuah paket lengkap. Ia adalah perlombaan, perayaan budaya, sekaligus cerminan hubungan kompleks antara manusia, alam, dan keyakinan mereka. Dualisme inilah yang membuatnya tetap hidup, dinamis, dan sangat menarik untuk disaksikan langsung. Festival ini biasanya mencapai puncaknya di bulan Agustus, dihari kemerdekaan Indonesia. Tertarik untuk melihatnya secara langsung? Sampai jumpa di Tepian Narosa, Kuansing!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Arifin Al Alamudi
EditorArifin Al Alamudi
Follow Us