Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Stadion Mini Pancing (IDN Times/Doni Hermawan)
Stadion Mini Pancing (IDN Times/Doni Hermawan)

Kalau bicara soal Jalan Pancing di Medan dan Deli Serdang, Sumatra Utara, apa yang terlintas di benak mu? Mungkin kemacetan, kampus-kampus besar, atau riuhnya pusat perbelanjaan MMTC.

Bagi sebagian besar warga Medan, nama Jalan Willem Iskandar memang lebih akrab disebut demikian. Namun, di balik hiruk pikuk kesehariannya, jalan ini menyimpan berbagai lapisan cerita yang tak banyak terungkap.

Ini bukan sekadar jalur penghubung, melainkan sebuah koridor yang sarat akan sejarah dan keunikan. Mari kita selami lima fakta yang mungkin akan membuat kamu melihat Jalan Pancing dengan cara yang baru.

1. Kisah di Balik Nama Willem Iskandar

cuplikan buku dengan judul Willem Iskandar ( Sati Nasution ) Tokoh Pendidikan dan Sastrawan dari Sumatera Utara(dipersip.riau.go.id)

Banyak yang mengenal nama resminya, namun tak banyak yang tahu kisah di baliknya. Willem Iskandar, lahir dengan nama Sati Nasution pada 1840, adalah seorang visioner pendidikan dari Mandailing.

Ia menjadi salah satu putra Sumatera pertama yang berkesempatan langka menimba ilmu hingga ke Belanda pada abad ke-19. Sekembalinya ke tanah air, dedikasinya terwujud lewat pendirian sekolah guru pertama di Tano Bato, sebuah gebrakan besar pada zamannya.

Namun, takdir berkata lain. Dalam perjalanan studi lanjutnya di Belanda, ia menemukan cinta dan menikah dengan seorang wanita setempat. Sayangnya, ikatan itu menjadi sumber dilema terbesarnya; sang istri enggan ikut dengannya pulang ke Hindia Belanda.

Terjebak antara cinta pada pasangan dan panggilan jiwa untuk tanah air, Willem Iskandar mengambil keputusan tragis di sebuah taman di Amsterdam pada 8 Mei 1876. Kini, namanya terpatri di jalan yang menjadi salah satu koridor pendidikan terpenting di Medan.

Willem Iskandar sendiri adalah tokoh pencerahan (Aufklärung) yang mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan dan keteraturan. Di sinilah letak ironi yang menarik, jalan yang didedikasikan untuk sang pencerah kini justru menghadapi tantangan khas perkotaan yang kompleks. Dinamika lalu lintasnya yang padat seolah menjadi kontras dengan visi keteraturan yang dulu ia perjuangkan.

2. Kawasan pendidikan dan pusat olahraga

Pengenalan Budaya Akademik Kampus Mahasiswa Baru di Fakultas Syariah dan dan Hukum UIN Sumut (Dok. IDN Times)

Penamaan ini tentu sangat relevan. Jalan Pancing adalah rumah bagi institusi pendidikan besar seperti Universitas Negeri Medan (UNIMED) dan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU). Selain itu juga ada kampus swasta seperti Universitas Amir Hamzah.

Kawasan ini juga dikenal dengan pusat olahraga di Sumatra Utara. Berdiri beberapa venue olahraga yang dipergunakan untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024 lalu seperti Stadion Mini Pancing, Gedung Bowling, venue sepeda, squash, bulutangkis dan lainnya.

3. Area ini direncanakan untuk menjadi kompleks Kantor Gubernur Sumut, namun rencana itu urung terwujud pada 1988

Gedung serbaguna Pemprov Sumut (dok.istimewa)

Di sepanjang jalan ini, terhampar lahan luas milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara seluas sekitar 40 hektare. Lahan yang kini menjadi lokasi Sumut Sport Center ini punya sejarah menarik. Awalnya, area ini direncanakan untuk menjadi kompleks Kantor Gubernur Sumut, namun rencana itu urung terwujud pada 1988.

Uniknya, sebuah organisasi bernama Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) sudah menyuarakan keberatan sejak awal.

Mereka menyampaikan sebuah kekhawatiran yang kala itu mungkin terdengar seperti pandangan jauh ke depan bahwa lahan tersebut suatu saat bisa beralih fungsi untuk kepentingan lain. Sebuah pandangan yang tetap terasa relevan dengan dinamika pemanfaatan lahan hingga hari ini.

4. Posisi unik di persimpangan 2 pemerintahan

cuplikan jalan pancing menuju ke kampus Unimed (youtube.com/Guru Merdeka Official)

Salah satu keunikan utama Jalan Pancing adalah status administratifnya. Jalan ini merupakan garis perbatasan antara dua pemerintahan, Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Posisi di persimpangan yurisdiksi ini menciptakan sebuah dinamika yang menarik.

Banyak lokasi vital yang secara persepsi publik terasa seperti bagian dari Medan, misalnya Kampus II UINSU dan kompleks komersial MMTC, secara administratif justru tercatat di Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.

Kondisi ini menghadirkan tantangan tersendiri dalam hal koordinasi penanganan fasilitas publik dan ketertiban umum.

5. Faktor di balik kepadatan lalu lintasnya

cuplikan jalan Meteorologi kota Medan (youtube.com/Eza Abqari Family)

Semua orang tahu Jalan Pancing sering padat. Tapi, penyebabnya ternyata lebih kompleks dari sekadar volume kendaraan. Sebuah studi teknis menyoroti salah satu titik kunci, yaitu Simpang Jalan Bhayangkara - Jalan Meteorologi Raya.

Menurut kajian tersebut, ada dua faktor yang berpengaruh besar. Pertama, sistem fase lampu lalu lintas yang dinilai belum optimal untuk kepadatan lalu lintas di sana. Kedua, dan ini yang paling signifikan, adalah desain geometris simpang itu sendiri.

Terjadi penyempitan jalan yang cukup drastis dari 12 meter di Jalan Bhayangkara menjadi hanya sekitar 5,3 meter di Jalan Meteorologi Raya. Fenomena 'leher botol' (bottleneck) inilah yang menjadi salah satu pemicu utama antrean panjang kendaraan.

Dari kisah personal sang pahlawan pendidikan hingga kerumitan tata kota modern, Jalan Pancing membuktikan satu hal. Sebuah ruas jalan ternyata bisa menjadi cermin dari sejarah, pertumbuhan, dan tantangan yang dihadapi sebuah kota besar. Jadi, saat kamu melintasinya lagi, mungkin kamu tidak hanya melihat jalan, tetapi juga lapisan-lapisan cerita yang membentuknya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team