Ilustrasi penggunaan Brimo. (Dok. BRI)
Sumanggar menjelaskan, ada 4 modus yang dilakukan Yoan Putra dalam perkara dugaan korupsi ini. Pertama, Yoan Putra diduga melakukan penarikan kelonggaran tarik dengan cara menulis kwitansi penarikan pinjaman tunai (KW-01) dari rekening pinjaman debitur yang masih aktif.
"Cara ini dilakukan terhadap 18 debitur KMK dengan 41 kali transaksi penarikan tunai. Jumlah kerugian mencapai Rp 9.767.198.000," jelasnya.
Kedua, lanjut Sumanggar, Yoan Putra diduga melakukan penarikan menggunakan rekening pinjaman debitur yang sudah lunas tapi belum tutup rekening (pay off lunas). Uang dari rekening pinjaman atas nama debitur yang direkayasa tersebut diterima oleh oknum karyawan BRI Kabanjahe.
"Untuk cara ini, dilakukan terhadap 6 debitur dengan 6 kali transaksi penarikan tunai. Jumlah kerugiannya Rp 1.170.000.000," lanjutnya.
Kemudian, modus ketiga yakni Yoan Putra diduga membuka rekening pinjaman baru atas nama debitur yang batal melakukan pinjaman (rekening fiktif).
Cara ini dilakukan terhadap 1 debitur dengan 1 kali transaksi penarikan dan jumlah kerugian mencapai Rp 390.000.000.
"Terakhir, Yoan Putra diduga tidak menyetorkan angsuran debitur yang sudah melakukan pembayaran ke teller. Cara ini dilakukan terhadap 12 debitur KMK dengan jumlah kerugian Rp 978.534.408," tandas mantan Kasi Pidum Kejari Binjai itu.
Secara keseluruhan, jumlah debitur yang rekening pinjamannya disalahgunakan sebanyak 34 orang dengan total penarikan sebesar Rp 10.943.552.769. Selain penarikan, Yoan Putra juga melakukan penyetoran kembali ke rekening milik debitur sejumlah Rp 2.823.764.000.
"Sehingga total kerugian negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi ini sejumlah Rp 8.119.788.769, berdasarkan hasil audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP)," jelas Sumanggar.