Di sisi lain, sanksi etik dan administrasi kepada empat personel itu mendapat kritik pedas dari LBH Medan. Lembaga yang mendampingi dua transpuan yang menjadi korban itu, menyebut, putusan komisi etik adalah bentuk pembelaan institusi Polri terhadap anggotanya yang bermasalah.
“Seharusnya Komisi etik polda sumut menjatuhkan putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH),” kata Direktur LBH Medan Irvan Syaputra dalam keterangannya, Rabu (12/7/2023).
Menurut Irvan, dugaan rekayasa kasus dan pemerasan yang dilakukan termasuk pelanggaran berat. Mereka juga melanggar etika kelembagaan, pribadi dan kemasyarakatan. Apalagi, satu dari tiga terduga pelaku juga berstatus sebagai perwira.
“Perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja dan terdapat kepentingan pribadi dan/atau pihak lain. Kedua, adanya permufakatan jahat. Ketiga, berdampak terhadap keluarga, masyarakat, institusi dan/atau menimbulkan akibat hukum, Keempat, menjadi perhatian publik (Viral). Kelima, melakukan tindak pidana,” ungkapya.
Informasi yang dihimpun dari LBH Medan, para terduga pelaku rekayasa kasus antara lain berinisial; AKBP AJ, Ipda. LBH Medan mendesak, penuntut untuk melakukan banding. Mereka juga mendorong perkara pidana rekayasa kasus dan pemerasan itu terus diproses di kepolisian. “Jika hal tersebut tidak dilakuan maka sudah seharusnya perkara ini diambil alih mabes Polri. Guna terciptanya keadilan dan kepastian hukum terhadap masyarakat khususnya korban,” tukas Irvan.