Jakarta, IDN Times - Pada 29 Januari 2019 lalu, rumah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif diteror.
Dua orang melempar dua bom molotov ke kediaman Syarif di area Kalibata, Jakarta Selatan.
Saat peristiwa itu terjadi, Syarif dan keluarga sedang berada di rumah. Namun, mereka tidak mendengar ada benda yang dilemparkan ke arah rumahnya.
Keluarga Syarif baru menyadari ada bom molotov yang dilempar usai sopirnya hendak membuka pintu. Ia menemukan ada botol berisi cairan spiritus dan kain di dekat garasi. Saat itu, api masih menyala.
"Belum ada informasi yang terkini. Kita berharap minggu depan (dimulai dari hari Senin kemarin) ada informasinya," ujar Syarif yang ditemui di gedung Anti Corruption Learning Centre (ACLC) pada Jumat (26/1) kemarin.
Ia mengatakan dijanjikan perkembangan informasi oleh Kapolda Metro Jaya yang ketika itu masih dijabat oleh Komjen (Pol) Idham Azis pada Jumat pekan lalu.
"Tapi kan Beliau sibuk karena proses sertijab dan menjadi Kabareskrim. Ya, kami paham lah kemarin karena sibuk. Jadi, kami berharap pada pekan depan ada progresnya," kata pria yang sempat menjadi pengajar di Universitas Hassanudin itu.
Pertanyaan serupa juga diajukan oleh anggota Komisi 3 DPR saat digelar rapat dengar pendapat di kompleks parlemen, Senayan pada Senin (28/1) kemarin. Sayang, Syarif juga menyebut belum ada informasi terkait teror bom molotov yang pernah menimpa dirinya.
"Kami mengucapkan terima kasih atas keprihatinannya dari Bapak-Ibu semua di sini. Kami ingin menyampaikan bahwa ancaman terhadap para pekerja KPK nyata adanya. Tapi, kami juga tidak pernah ingin menyampaikan di dalam RDP ini juga," tutur Syarif.
Lalu, apa sikap DPR menanggapi laporan dari Wakil Ketua KPK tersebut?