2 Dekade Tsunami, Tak Mudah Melupakan Namun Bisa untuk Berubah

Banda Aceh, IDN Times - Penyintas gempa dan tsunami Aceh masih terus mengingat bencana yang terjadi pada 26 Desember 2004. Mereka mudah melupakan begitu saja peristiwa tersebut, termasuk lupa terhadap para korban yang hilang dua dekade lalu.
Begitulah dirasakan Evelin, seorang perempuan Tionghoa yang sebelum tsunami sempat tinggal di Gampong Keudah, Kecamatan Kuta Raja, Kota Banda Aceh, Aceh. Kini ia tinggal di Jakarta bersama suami dan keluarganya.
1. Kehilangan keluarga seminggu setelah menikah
Evelin menceritakan satu minggu sebelum bencana gempa dan tsunami melanda Aceh, ia baru saja melangsungkan pernikahan. Setelah menikah, ia berencana pulang ke Banda Aceh untuk bertemu keluarga, pada Minggu, 26 Desember 2024.
Namun ketika masih di Bandara Polonia, Medan, Sumatra Utara, ia mendapatkan kabar bahwa gempa melanda Aceh. Bahkan, air laut menyapu rata sejumlah kawasan di Tanah Rencong termasuk Kota Banda Aceh.
“Jadi seminggu sesudah married, itu terjadi bencana ini. Sewaktu itu kita belum ada ketemu, sehingga mencoba mencari informasi ke teman-teman dan saudara, tapi gak dapat,” kata Evelin.
Bencana tsunami itu merenggut nyawa ayah, ibu, dan adik laki-laki Evelin. Bahkan jasad tiga orang keluarganya tersebut hingga kini tidak pernah ia lihat.
Namun, dia meyakini bahwa adik dan kedua orang tuanya itu disemayamkan di Kompleks Kuburan Massal Korban Tsunami di Gampong Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.
“Jadi tinggal saya dan adik cewek,” kata perempuan yang berprofesi sebagai guru tersebut.
“Sangat susah saya lupakan itu, pas seminggu setelah menikah orang itu meninggal. Itu tidak menyangka sama sekali. Karena tiba-tiba, kita tidak tahu,” ujar Evelin.