18 Tahun Mengenang Kematian Munir, Masih Menyisakan Banyak Kejanggalan

Medan, IDN Times - Para pemuda yang berasal dari berbagai elemen masyarakat sipil maupun individu mengadakan Aksi Refleksi Malam Memeringati 18 Tahun Kematian Munir Said Thalib di Kota Medan.
Aksi ini adalah bentuk masih hidupnya semangat perjuangan hak asasi manusia (HAM) yang dimiliki Munir di kalangan anak muda. Aksi tersebut juga mendorong Komnas HAM untuk menetapkan kasus Munir sebagai Pelanggaran HAM berat.
Munir adalah seorang pejuang HAM yang dibunuh dengan cara diracuni arsenik di dalam pesawat saat melakukan pejalanan dari Jakarta menuju Belanda, Munir sedianya sedang melanjutkan pendidikan S2 di Belanda. Munir adalah orang yang konsisten dalam mempromosikan HAM, membela korban-korban pelanggaran HAM, mendorong negara untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
“Sebagai pemuda kita berutang banyak pada Munir, semasa hidupnya Munir konsisten mendorong upaya pemenuhan HAM, mendorong reformasi keamanan, melakukan advokasi-advokasi pelanggaran HAM, dan melakukan perlawanan untuk membela rakyat tertindas,” ujar Rahmat Muhamad Koordinator KontraS Sumut.
1. Dokumen TPF hilang
Para pelaku pembunuhan Munir masih belum terungkap, penetapan hukum kasus pembunuhan Muinr hanyalah eksekutor lapangan yaitu Pollycarpus Budihari Priyanto, ia adalah salah satu pilot yang bertugas saat itu dan Indra Setiawan Direktur Utama Garuda Indonesia.
Namun, hingga kini dalang intelektual sebenarnya kematian Munir tidak kunjung diproses hukum.
“Munir mendorong Pemerintah dan Negara untuk berjalan ke arah yang lebih baik, tetapi justru dibungkam dengan penghilangan nyawanya. Seharusnya pembela HAM seperti Munir mendapatkan perlindungan dari Negara. Dengan sukarela ia memberanikan diri melawan segala bentuk pelanggaran HAM,” tambahnya
Belum ada konseptor utama yang yang ditetapkan sebagai pelaku pembunuhan Munir, padahal ada dugaan Badan Intelijen Negara (BIN) turut terlibat dalam perencanaan pembunuhan Munir.
Temuan Tim Pencari Fakta (TPF) dan fakta persidangan menyebutkan ada dugaan keterlibatan intelijen negara. Namun anehnya, dokumen TPF itu hilang dan tidak ada di Kementerian Sekretariat Negara.
“Ada sederet keanehan dalam penegakan hukum kasus Munir, terutama ketika dokumen TPF dinyatakan hilang, padahal menurut kesaksian para anggota TPF, hasil investigasinya sudah diserahkan pada Sekretarit Negara, tapi anehnya malah hilang,” ujar Rahmat.