“Munir....Apakah engkau telah tersenyum di alam sana. Atau, masihkah kau menangis sama dengan daulat pelaziman pada ketidakadilan. Yang disuarakan di panggung-panggung perjuangan,”
Puisi yang dilantangkan massa, menjadi pengawal aksi refleksi 15 Tahun pembunuhan Munir Said Thalib. Semua massa serentak mengenakan topeng Sang Pejuang Hak Asasi Manusia itu.
Mencuri perhatian setiap pengendara yang melintas di kawasan Tugu Titik Nol Kota Medan. Puisi yang dikemas dalam teatrikal menggambarkan bagaimana Munir dibunuh dengan racun saat berada di dalam pesawat, penerbangan menuju Amsterdam, Belanda.
Sajak puisi membuat merinding siapapun yang mendengar. Suara lirih pembaca puisi, ditambah tetarikal dramatis membuat suasana semakin hanyut.
7 September selalu menjadi peringatan bagi pegiat HAM. Kasus Munir, dianggap belum tuntas. Suara protes untuk mengungkap siapa dalang di balik pembunuhan terus ada.
Hanya Pollycarpus Budhari Prijanto, kru Garuda Indonesia, yang saat ikut dalam penerbangan itu divonis menjadi pelaku pembunuhan. Dia dihukum 14 tahun penjara. Namun akhirnya dinyatakan tidak bersalah dan bebas murni pada 29 Agustus 2018.
Aksi refleksi di Kota Medan digagas oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara. Lembaga non pemerintah yang juga dipelopori oleh Munir.