Percepatan PSN Rempang Eco-City Terus Ditentang Warga Setempat

Mayoritas masyarakat di Pulau Rempang menolak relokasi

Batam, IDN Times - Tim terpadu Kota Batam kembali mengirimkan surat peringatan ke-2 yang ditujukan kepada masyarakat Tanjung Banun, Pulau Rempang, Kota Batam.

Surat peringatan ke-2 ini bertujuan agar masyarakat yang masih menguasai lahan di kawasan Tanjung Banun agar segera dikosongkan.

Pengosongan lahan di kawasan Tanjung Banun merupakan upaya Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk melakukan percepatan pembangunan 961 rumah relokasi, bagi masyarakat yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.

“Dari total 145 hektar lahan yang dibutuhkan untuk lokasi relokasi, sebanyak 93 hektar di antaranya masih dikuasai warga,” kata Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait, Kamis (7/3/2024).

1. Mayoritas masyarakat Pulau Rempang konsisten menolak relokasi

Percepatan PSN Rempang Eco-City Terus Ditentang Warga SetempatRatusan masyarakat Kampung Tua Sembulang, Pulau Rempang saat melakukan aksi unjuk rasa penolakan investasi Rempang Eco City (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Kampung Tua Sembulang Hulu, di Pulau Rempang menjadi salah satu kawasan yang seluruh masyarakatnya masih konsisten dalam menolak upaya relokasi yang dilakukan pemerintah.

Di lokasi tersebut, 100 persen masyarakatnya masih terus menyuarakan penolakan relokasi untuk kepentingan investasi PSN Rempang Eco-City.

Salah seorang warga Kampung Tua Sembulang Hulu, Wadi mengatakan, upaya penolakan yang terus dilakukan masyarakat setempat hanya untuk menjaga tanah ulayat yang telah diwariskan secara turun menurun.

“Di Sembulang Hulu seluruh masyarakatnya masih menolak di relokasi. Kami tidak pernah menyusahkan pemerintah, kami hanya menjaga tanah Melayu yang diwariskan leluhur kepada kami. Tanah ini sudah kami tempati selama turun-menurun selama ratusan tahun, jauh sebelum BP Batam ada di Batam,” kata Wadi.

Menurutnya, upaya mengedepankan perekonomian Indonesia melalui proyek-proyek strategis adalah hal yang baik, bagi kemajuan ekonomi masyarakat setempat.

Akan tetapi, menggusur dan membahayakan masyarakat yang sudah tinggal selama turun menurun di suatu wilayah, untuk kepentingan ekonomi adalah hal yang buruk dan dapat dipertentangkan.

“Kami minta tempat tinggal kami tidak di gusur. Tindakan itu yang terus kami tentang di dalam persoalan ini, sampai matipun tanah Melayu ini akan terus kami pertahankan,” tegasnya.

2. Investasi pabrik kaca di PSN Rempang Eco-City akan merusak lingkungan

Percepatan PSN Rempang Eco-City Terus Ditentang Warga SetempatMasyarakat Kampung Tua Pasir Merah, Sembulang, Pulau Rempang saat beraktifitas di laut (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Wadi menegaskan, akan masuknya investasi pabrik kaca di PSN Rempang Eco-City ini akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar kedepannya.

Hal tersebut dinilai dapat menghancurkan kawasan tangkap para nelayan tradisional di Pulau Rempang, yang bergantung hidup dari hasil laut.

“Kaca itu bahan dasarnya pasir silika, di situ kita belum tau apakah bahan baku tersebut akan dikeruk di daratan Pulau Rempang atau di laut sekitar Pulau Rempang. Namun, jika itu terjadi maka akan merusak wilayah tangkap nelayan dan kebun masyarakat setempat,” tegasnya.

Lanjut Wadi, jika bahan baku pembuatan kaca tersebut didapati dari daerah lain, pabrik kaca yang akan di bangun di Pulau Rempang akan meninggalkan jejak limbah yang akan merusak seluruh ekosistem.

“Limbah tersebut pasti akan menghancurkan ekosistem sekitar dan membahayakan. Kami terus menolak sampai mati,” tutupnya.

3. YLBHI: Pemerintah terus menggesa PSN Rempang Eco-City dengan kekuatan yang berlebihan

Percepatan PSN Rempang Eco-City Terus Ditentang Warga SetempatRatusan masyarakat Pulau Rempang tetap melakukan aksi penolakan di bawah guyuran hujan (IDN Times / Putra Gema Pamungkas)

Sementara itu, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) - LBH Pekanbaru, Andri Alatas menegaskan hingga saat ini masyarakat di Pulau Rempang masih menolak upaya relokasi yang akan dilakukan pemerintah.

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk menggesa pembangunan rumah relokasi PSN Rempang Eco-City, dinilai terus menggunakan kekuatan yang berlebihan.

“Sebagaimana yang kita ketahui bahwa para pemilik lahan sudah menguasai lahan tersebut sebelum BP Batam menerima HPL dari Kementerian ATR/BPN. Seharusnya pemerintah harus menghormati itu dan mengedepankan komunikasi yang baik kepada masyarakat atau pengelola lahan,” kata Andri.

Menurutnya, upaya pengosongan lahan secara paksa jika nantinya surat peringatan ke-3 tidak di indahkan, hanya akan menimbulkan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang baru di Pulau Rempang.

“Ini menunjukkan pemerintah tidak belajar dari kesalahan mereka sebelumnya,” tegasnya.

Atas dasar-dasar tersebut, pihaknya mengecam segala upaya pemaksaan baik secara fisik maupun psikis. Tindakan- tindakan tersebut adalah bentuk kesewenang-wenangan dan penindasan yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya.

“Negara seharusnya hadir dalam penjaminan dan perlindungan hak-hak warga negara, bukan malah menjadi aktor pelanggar HAM demi percepatan investasi dan pembangunan,” tutupnya.

Baca Juga: Ini Nama 30 Caleg DPR RI Dapil Sumut 1, 2, dan 3 Berpeluang ke Senayan

Topik:

  • Putra Gema Pamungkas
  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya